Notulensi Diskusi Bengong Bareng Buku
![]() |
sumber : Google Image |
Jum’at lalu, saya dan seorang sahabat asal Madura bernama Syamil
menginisiasi sebuah forum diskusi buku. Diskusi ini rencananya akan kami
lakukan dua kali dalam sebulan. Ide menggagas diskusi buku tersebut bermula
dari kesadaran dan keseragaman paham bahwa membaca itu penting. Apapun profesi
yang tengah digeluti, apapun konsentrasi pendidikan yang sedang ditempuh,
membaca adalah sebuah keharusan.
Untuk diskusi perdana ini kami hanya mengundang mahasiswa-mahasiswa
dari Program Studi Sastra Arab. Kami ingin menguatkan literasi internal dulu
baru ekspansi dan beresksistensi di ranah eksternal. Alhamdulillah, dari 200-an
lebih mahasiswa aktif ada 3 orang yang meluangkan waktu “selo”nya untuk
mengikuti diskusi tersebut. Saya, Syamil, dan Imam–Direktur TPA Masjid
al-Inayah Samirono yang merangkap sebagai Kepala Departemen Sponsorhip dan
Kewirausahaan IKMASA.
Dalam postingan kali ini akan saya paparkan secara singkat notulensi
diskusi Jum’at sore itu.
Izzuddin – Dear Nathan, Erisca Febriani
Saya mendapat kesempatan pertama berbicara. Buku ini saya pilih
lantaran penasaran dengan penulisnya. Ah, semua dunia tahu bahwa saya jatuh
cinta pada Erisca, dan salah satu bukti cinta saya padanya adalah dengan
membeli bukunya. Alasan yang memang subjektif, tapi itulah kenyataannya. Nah,
pertanyaan yang lebih menarik mungkin begini; kenapa Bang Izzu penasaran sama
Erisca?
Erisca itu kelahiran 25 Maret 1998. Beda dua tahun lebih dengan
saya. Namun di usianya yang belum genap 19 tahun ia telah menelurkan karya. Bukan
main, karyanya jadi best seller bahkan merambah industri perfilman tanah air.
Erisca dengan eksistensinya membuktikan bahwa berkarya tidak memandang umur. Selama
ada kemauan yang dibarengi dengan usaha maksimal tanpa embel-embel putus asa,
keberhasilan pasti akan menghampiri. Memandang wajah cantik Erisca tidak hanya
memberikan saya kebahagiaan khayali, tapi juga sebagai cermin antitesa
diri. Saat usia 19 tahun apa yang saya perbuat? Apa yang tangan ini hasilkan? Kenapa
saya tidak seperti Erisca saja? Dan seabrek pertanyaan penuh cercaan lantaran banyak
waktu telah terbuang percuma.
Kalau isi bukunya kayak gimana, Bang Izzu?
Buku ini termasuk kategori teenlit. Tahu nggak teenlit itu
apa? Terambil dari dua kata; teen dan literature. Jadi teenlit
adalah genre yang bercerita atau membahas tentang kehidupan remaja usia
belasan tahun. Buku jenis ini mainstreamnya bercerita tentang kehidupan anak
SMA yang tak lepas dari cinta monkey, labilnya emosi, kenakalan karena
kurang kasih sayang, wa ma asybaha dzalik.
Pemeran utamanya Nathan, seorang badboy yang kemudian jatuh
cinta pada gadis lugu nan kaku bernama Salma. Ketika mengelaborasi Nathan,
Erisca berhasil membuat pembaca mengetahui seluk beluk kehidupan Nathan step
by step. Jadi nggak langsung diceritakan di awal Nathan anaknya siapa,
Nathan orangnya seperti apa, dan kenapa Nathan bisa jadi nakal. Erisca pandai
menggiring perasaan pembaca. Saya percaya seiring waktu ia akan tumbuh menjadi
sastrawan yang mampu menghasilkan karya sastra yang indah dan kental
kesastraannya.
Ia juga pandai menempatkan konflik-konflik dalam cerita. Bagi Anda
yang sudah meng-khatam-kan serial Dilan lalu membaca buku Dear Nathan,
kesan yang pertama muncul pasti begini; kok mirip Dilan ya?. Awalnya saya
berfikir begitu, tapi saya tetap melanjutkan membaca hingga akhir lalu menarik
kesimpulan; Nathan beda dengan Dilan. Ending-nya beda, meskipun kadar baper-nya
masih lebih “dapet” Dilan sih. Tapi toh juga urusan baper itu kan relatif. Jadi
tidak menjadi indikator utama dalam memberi penilaian.
Syamil – Berjuta Rasanya – Tere Liye
Pemuda asal Pamekasan, Madura ini mengaku memilih buku tersebut
lantaran sedang baper. Ia terombang ambing di antara 3 sayap bidadari. Dan untuk menghormati privasi, mohon maaf,
oknum para bidadari tersebut tidak bisa saya kupas di sini. Kalau penasaran
silahkan langsung tanya pada orangnya, saya punya kontaknya, kok, jika
teman-teman berkenan silahkan PM saya. #iniBukanModus.
Buku tersebut bukan novel melainkan kumpulan cerpen dengan berbagai
konflik berbeda yang masih berada dalam lingkup tema percintaan. Ada kisah
tentang mereka yang teramat cepat ke-GR-an dalam menyikapi perhatian lawan
jenis. Ada pula kisah yang menggambarkan keteguhan hati seorang wanita meski
terus disakiti oleh kekasihnya karena ia percaya cinta tahu kemana harus
pulang.
Gaya bahasa Tere Liye yang sedap dipandang, enak dicerna, dan
ringan ditangkap semakin membuat Syamil nyaman membacanya. Tere Liye senantiasa
menyelipkan pesan moral dan motivasi-motivasi bijak nan mem-baper-i pembacanya.
Dan bagi kalian yang sekarang tengah galau karena sebuah kata kerja yang kita
sebut “cinta”, menurut Cak Syamil bacalah buku ini. Niscaya kan kau temui
secercah cahaya yang kan menyinari langkahmu dalam mengarungi cinta yang
abstrak. Tapi yang paling penting jangan lewatkan semangat moralitas yang
dibawa Tere Liye dalam setiap karya-karyanya.
Imam – Surat Dahlan – penulisnya saya lupa hehe
Sewaktu membaca judulnya Imam terpaku dan menerka-nerka, “kalau
bukan tentang Ahmad Dahlan pasti Dahlan Iskan, nih. Nggak mungkin Dahlan mantan
sainganku mbribik putri pak kiyai dulu di pesantren”. Dan ternyata
benar, buku atau novel itu memuat biografi Dahlan Iskan, mantan dirut PLN,
menteri BUMN, dan pimpinan Jawa Pos. Biografi yang disajikan dalam wujud novel
bagi Imam lebih menarik dari pada biografi yang diulas formal-deskriptif.
Surat Dahlan adalah seri kedua dari trilogi Dahlan. Yang Imam dapat
ambil dari buku tersebut dan membaginya kepada kami antara lain; semangat
Dahlan dalam menuntut ilmu. Dahlan adalah sosok yang sederhana. Jauh dari gaya
hedon ala segelintir mahasiswa yang berlebih pundi-pundi rupiah. Ia adalah
salah satu bukti nyata bahwa kesederhanaan mampu membentuk karakter tangguh dan
welas asih.
Dahlan dulunya adalah seorang aktifis, bahkan ia termasuk musuh
pemerintah yang paling dicari aparat lantaran dituduh memprovokasi aksi demo
mahasiswa. Eh, tapi bener dia ding yang menggagas demo tersebut. Meskipun lantang
berbicara di hadapan massa namun ia adalah manusia yang kaku pada wanita. Setidaknya
ada 3 wanita yang mencoba mengetuk pintu hati Dahlan. Tapi ia memilih diam. Kadang
lelaki memang serba salah. Kala kita memilih diam malah dikira menggantungkan
perasaan. Saat kita memberi sebuah keputusan malah dianggap menyakiti hati. Lantas
wanita itu maunya apa??? Apa????
Maaf, mari kembali ke pembahasan!
Tapi, kekakuan Dahlan berbanding terbalik ketika ia melepas masa
lajang. Ia bermetamorfosa menjadi sosok yang teramat romantis. Dari ketiga
wanita itu akhirnya Dahlan memilih seorang yang hingga sekarang terus
mendampinginya berjuang. Termasuk berjuang melawan sakit. Nah, saya rasa ini
juga penting untuk diperhatikan. Dahlan terlalu memporsir tenaganya untuk
bekerja dan belajar hingga abai pada kesehatannya. Sebagai generasi muda sudah
seharusnya kita tidak hanya merawat otak dengan ilmu pengetahuan, tapi juga
merawat tubuh dengan rutin berolahraga (tamparan keras untuk saya pribadi).
Eh iya, satu lagi, merawat hati dengan rajin beribadah. Kayak katanya
calon gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.
Diskusi selanjutnya akan berlangsung dua minggu lagi. buku apakah
yang akan kami bahas? Rahasia dong. Dan semoga saja pesertanya bisa nambah,
Aamiin Ya Robbal Alamin
Jogja, 22 Maret 2017
08:08 WIB
Bang Izzu
Komentar
Posting Komentar