Menjadi Seorang Pemberi
Ungkapan tangan di atas
lebih baik dari tangan di bawah sudah tidak asing lagi di telinga kita. Sayang,
keseringan, ungkapan tersebut Cuma mampir tok, masuk telinga kanan
keluar telinga kiri. Malah ada yang lebih ekstrem lagi, masuk telinga kanan
langsung mental. Hehe. Nggak masuk-masuk.
Penyebabnya, menurut
saya, ada beberapa kemungkinan. Bisa jadi ungkapan atau nasihat tersebut
mencuat di waktu yang tak tepat. Atau, orang yang jadi objek nasihat itu udah
over dosis dengerin nasihat sehingga bosan mendengarkan wejangan yang gitu-gitu
mulu. Hingga si orang yang dinasihati budeg, nggak pernah masukin cutton
bath ke telinga dan berujung bolot.
Pada hakikatnya tidak ada
nasihat yang tidak baik. Dan Allah pun memerintahkan hamba-Nya untuk konsisten
nasihat-menasihati. Orang-orang yang menasihati dan mau melaksanakan nasihat
tergolong ke dalam kelompok mereka yang tidak merugi. Bacalah surat al-‘Asr
kembali dan tafakurilah!
Jama’ah netizen yang
dimuliakan Allah!
Tadi, dosen mata kuliah
terjemah sekaligus DPA (Dosen Pembimbing Akademik) saya, di sela-sela
memberikan materi perkuliahan menyelipkan nasihat seperti di paragraf pertama
goresan ini. Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Namun ada
pemahaman baru yang saya dapatkan dan mengerti dari nasihat lama itu.
Secara universal kita
memahami nasihat bijak tersebut dengan konklusi “lebih baik memberi dari pada
meminta”. Ini tidak salah! Ini benar, Sodara-sodara. Tapi ada yang lebih
menarik lagi jika kita mau sedikit memikirkannya lebih dalam. Untuk menjadi sosok
yang mampu memberi ada usaha yang harus dilakukan. Ada proses yang kudu
ditempuh. Right? Maka nasihat ini tidak boleh terhenti pada aksi
“memberi” saja. Nasihat ini adalah motivasi agar kita terus konsisten berproses
memposisikan diri sebagai seorang pemberi.
Tidak harus materi,
dengan ilmu pengetahuan pun kita bisa mengaplikasikan nasihat bijak tersebut.
Maka teruslah berproses agar Engkau berada dalam posisi “pemberi” ilmu bagi
mereka yang ingin mendapatkannya.
Tempo hari seorang kawan
wanita, sebut saja Mawar, bertanya pada saya via WA tentang permasalahan hadi
atau istihadah. Ia menerangkan ilustrasi siklus haid, taharah nya, hingga darah
itu muncul lagi. Ia ragu itu darah haid atau istihadah. Saya sendiri bingung.
Terpekur diri ini di sudut kamar kos, sesibuk apa saya sampai jarang membuka
kitab-kitab fiqih di pesantren dulu? Padahal kitab nya ada di rak buku! Sebuah
pertanyaan yang menyadarkan saya bahwa mau tidak mau saya harus berproses agar
bisa sampai pada posisi “pemberi”. Itu dalam ranah ilmu pengetahuan.
Dalam ranah ekonomi pun
begitu. Akhir-akhir ini semangat beriwirausaha tengah menjangkiti kaum muda.
Bagus, sih. Saya bangga lihat mereka yang kreatif keluar dari comfortable
zone. Tidak menunggu-nunggu pembukaan CPNS. Atau memaksakan diri mengajar
padahal basic akademik nya bukan pendidikan atau ia tak memiliki potensi
untuk mengajar dengan baik. Di kampus, saya punya banyak teman-teman yang
seperti itu. Malah pihak kampus sendiri menyediakan dana hibbah 10 juta kepada
mahasiswa yang lolos PMW (Program Mahasiswa Wirausaha). Nah, fyi, saya
salah satu pendaftarnya. Hehe.
Tapi jika berbicara
tujuan mereka berwirausaha, pasti beragam motivasi akan mencuat. Ada yang
memang terobsesi motif ekonomi dan ini mendominasi, namun ada juga yang punya
motivasi lain. Misalnya, ingin beriwira usaha agar bisa memposisikan diri
sebagai “pemberi” bagi mereka yang membutuhkan. Baik memberi dalam hal materi
ataupun mental. Tentu motivasi seperti ini jika benar-benar dijiwai akan sangat
berdampak sistemik bagi mental pengusaha-pengusaha muda.
So, ayolah kawan! Sudah
berapa jauh kaki ini melangkah? Banyak peluh yang telah tercurah. Bukan
waktunya lagi untuk memuaskan ego sendiri dengan bermain dan bermain. Saatnya
serius dan menata hidup agar jadi lebih baik dari sebelumnya. Usahakan agar
kita berdiri pada posisi “pemberi” dan seiring berjalannya waktu, kita bantu
mereka yang kita beri agar bisa jadi pemberi seperti kita. Insya Allah
biiznillah.
IsyKarima!! Hiduplah
dengan mulia!!
Jogja, 14
Maret 2017
17:15 WIB
Muhammad
Izzuddin
Komentar
Posting Komentar