Marhaban Ya Ramadhan




Ramadhan adalah momen yang dinanti banyak orang. Ada yang menanti lantaran sudah kebelet ingin ibadah, ada juga yang menunggu Ramadhan karena ingin meraih pundi-pundi rupiah. Bahkan ada yang menanti namun tak tahu arah. Cuma ngikuti arus saja. Orang pada puasa dia ikut puasa. Orang tarawih dia tarawih. Nanti orang mandi junub dia juga mandi junub. Taqlid buta istilahnya.
Terlepas dari beraneka motif dan semangat yang mendasari para anak cucu Adam ini, kita tak bisa menafikan dalil dan petuah agama tentang kemuliaan bulan Ramadhan. Selama satu bulan penuh kita diwajibkan berpuasa (shiyam), yakni menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal yang membatalkannya dari terbit fajar hingga terbenam matahari.
Di bulan inilah syetan-syetan cuti menggoda. Manusia dibiarkan berperang sendiri melawan hawa nafsu mereka. Pintu-pintu neraka ditutup  dan pintu-pintu surga dibuka. Di bulan ini juga pahala dilipat gandakan, begitu juga dengan dosa. Dan yang paling hebatnya, pada bulan ini pula al-Qur’an pertama kali di-launching ke dunia. Itu sebagian keistimewaan Ramadhan dibanding bulan lainnya.
Seluruh dunia tumpah ruah semarak menyambut dan mengisi Ramadhan. Pejabat-rakyat, pengusaha-pekerja, tua-muda, bahkan sampai yang non Islam pun ikut bersuka cita menyambutnya. Tak salah jika label bulan penuh berkah disematkan pada bulan ke-9 dalam kalender hijriyah ini.
Tak terkecuali di Indonesia dengan 84% penduduknya beragama Islam. Beberapa hari sebelum sidang isbat penentuan 1 Ramadhan diselenggarakan, iklan-iklan di TV mulai muncul dengan slogan Ramadhan penuh berkah. Hal ini menginspirasi ustad saya di pondok dulu hingga membuat status di FB seperti berikut ini : 

Ya mau gimana lagi, komodifikasi agama menjadi konsekuensi dari kapitalisasi yang menjangkiti negeri tercinta. Tapi saya rasa hal seperti itu tidak akan terlalu mengusik kekhusukan beribadah kita. Berpuasalah dengan sebaik-baiknya. Belum tentu orang yang berbuka pake sirup Marj*an lebih berkualitas puasanya dari yang berbuka pakai air putih biasa. Dalam hadist qudsi Allah SWT berfirman ; “Sesungguhnya seluruh amal anak Adam itu untuk diri mereka sendiri, kecuali puasa. puasa itu untuk-Ku, dan Akulah yang akan membalasnya”
Puasa Ramadhan sendiri diwajibkan pada tahun kedua Hijriah. Tepatnya lebih kurang 18 bulan pasca Rasulullah tinggal di Madinah. Perintah puasa itu termaktub dalam QS. al-Baqarah:183
                                          
“Hai orang-orang beriman, telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”
Sodaraku yang dirahmati Allah.
Puasa bukan lah hal baru dalam peradaban umat manusia. Jauh sebelum Islam lahir, nabi dan umat-umat terdahulu telah melakukan ritual ini. Hanya saja sedikit berbeda dengan puasa kita hari ini. Bahkan agama dan peradaban selain Yahudi, Nasrani dan Islam juga mengenal puasa, seperti Yunani Kuno, Romawi Kuno, Zoroaster, Shinto, dan lain-lain.
Dalam Islam ada rukun dan syarat yang harus dipenuhi agar puasa kita dianggap sah. Rukun mencakup niat lalu menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa pada waktu yang sudah ditentukan. Syarat mencakup syarat wajib dan syarat sah. Namun terlepas dari konsep syariat, puasa tentu menyimpan makna spritualitas mendalam bagi mereka yang melakukannya dengan penuh penghayatan.
Ramadhan seolah menjadi bengkel bagi hati dan jiwa yang selama 11 bulan terakhir terus bergelut dengan dosa dan khilaf. Karena itu orang-orang belomba-lomba dalam kebaikan di bulan ini. Masjid jadi penuh, orang-orang mendadak dermawan, pejabat dan artis mendadak agamis, hingga penyanyi pun berlomba-lomba merilis lagu-lagu religi.
Apakah itu salah ? tentu tidak! Rasul sendiri yang bersabda barang siapa yang berbahagia dengan datangnya Ramadhan maka jasadnya dibebaskan dari api neraka. Meski hadist ini diragukan kesohihannya namun kerap dipakai para ulama sebagai ayat fhadilah (keutamaan) bulan Ramadhan. jadi ndak ada yang salah dengan suka cita gegap gempita menyambut semarak Ramadhan.
Hanya saja saya khawatir hegemoni datangnya Ramadhan justru bukan lantaran Ramadhan itu sendiri, tapi lantaran budaya yang dibuat manusia terkait Ramadhan seperti ngabuburit (jalan-jalan nunggu waktu berbuka), main petasan tiap subuh, dan lain-lain. FYI, sampai sekarang saya belum menemukan hadist yang menceritakan nabi ngabuburit dengan cara kita ngabuburit di sini, hehe. Dan menurut saya, nabi ndak mungkin main petasan seusai sholat subuh di pagi Ramadhan to ? ndak ada ceritanya nabi jalan-jalan terus bakar petasan bareng Abu Bakar dan sahabat-sahabat yang lain. Berarti ini bid’ah sodara-sodara, wkwk.
Lantas, apa yang harus kita lakukan ? santai saja! Jangan langsung men-judge diri salah. Kita ini orang awam, kalau puasa kita masih belum mencapai tingkatan khawwas apalagi khawwasul khawwas ya keep calm ! jangan berfikir ah dari pada saya puasa tapi salah niat dan esensi lebih baik ndak puasa asa sekalian. Ndak puasa endasmu !! Syariat harus tetap jalan. Puasa itu kewajiban. Selain mengugurkan kewajiban marilah kita berusaha agar puasa ini juga mampu meningkatkan ketaqwaan kita pada Allah. Bukankah itu ghoyah (tujuan) dari puasa sebagaimana termaktub dalam ayat di atas ?
Bagaimana kita bisa menjadi hamba yang bertaqwa kalau saat menyambut Ramadhan yang terbayang hanyalah ngabuburit, main petasan, dan semaraknya malam Ramadhan dengan kegiatan ekonomi yang gegap gempita. Bagi yang berfikir kayak gitu, yuk kita ubah mindset terkait Ramadhan. Jangan bayangin ngabuburitnya, tapi bayangin tarawihnya, tadarus, pengajian, bagi-bagi ta’jil, dan yang terpenting lailatul qadr nya saudara-saudara. Itu yang harus kita fokuskan pada bulan Ramadhan.
“Berarti ngabuburit sama main petasan haram dong, Bang ?”
Ndak ada yang bilang haram, dek. Abang bukan kelompok yang gampang mengharamkan itu ini, hehe. Abang mah Islam moderat, Islam Nusantara dan Islam Berkemajuan. Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Kalau mau ngabuburit, wes silahkeun! Banyak manfaatnya kok disitu, pedagang-pedagang makanan jadi dapat rejeki, silaturahim terjalin erat, dan tentunya semangat Ramadhan insya Allah terjaga. Tapi jangan sampai keasyikan ngabuburit sehingga solat magrib pun telat. Atau ngabuburit sampai jam 10 malam. Nah hal yang kayak gitu kan kurang tepat.
Kalau masalah main petasan, sorry to say ya. Sedari dulu daku ndak pernah setuju dengan aktifitas itu. Bikin bising, mengganggu, dan berbahaya. Sayangnya petasan di bulan Ramadhan ibarat jamur yang tumbuh pada musimnya. Ndak bisa dibendung. Bagaimana pun polisi melakukan razia selalu saja ada celah untuk mendistribusikan petasan-petasan tersebut ke tangan orang-orang kurang kerjaan. Mungkin presiden perlu menerapkan hukum kebiri untuk oknum-oknum yang menyalakan petasan di bulan puasa hehe. Piye usulku Pak Jokowi ? ah, daku sepertinya harus meminta bunda Megawati untuk merayu njenengan kalau mau usulku diterima.
Well, ini H-3 Ramadhan. kita tunggu sidang isbat. Besar kemungkinan puasa akan dimulai tanggal 6 Juni, kalau ndak ya tanggal 7. Semoga awal puasa kita bisa serempak, pun dengan penghujungnya semoga bisa kompak. Amminn Ya Robbal ‘alamin. Yuk persiapkan diri menyambut Ramadhan. Marhaban Ya Ramadhan. Marhaban Ya Syahrasshiyam.
Isy karima.. hiduplah dengan mulia.

Jogjakarta, 02 Juni 2016
15:24 WIB

Muhammad Izzuddin


Komentar

Postingan Populer