Dek, Kenapa Pilih Sastra Arab?



Tak terasa semester 2 akan segera berakhir. Rasanya baru kemarin jadi maba (mahasiswa baru) sekarang kami sudah punya adik tingkat saja. Kalau dulu kami yang memanggil kakak tingkat dengan sebutan mas, mbak, atau kakak, kini giliran kami yang dipanggil seperti itu. Kehidupan memang akan terus berjalan. Maka lakukanlah yang terbaik yang bisa kau lakukan.
31 Mei kemarin, bertepatan dengan ulang tahun bapak Gubernur NTB, keponakan beliau, dek Isykarima, dan salah seorang kawan kami, Syamil, para mahasiswa baru yang diterima UGM melalui jalur SNMPTN menghadapi tes AcEPT. Tes AcEPT ini persis kayak tes TOEFL. Diselenggarakan untuk mengukur sejauh mana kemampuan bahasa Inggris mereka.
Nah setelah itu seperti biasa dan seperti tahun-tahun sebelumnya, kami, perwakilan mahasiswa dari masing-masing jurusan menjemput mereka di GSP (Grha Sabha Pramana). Spanduk, pamflet, hingga bendera jurusan berkibar dan berkobar di sisi barat dan timur GSP. Mahasiswa baru akan hinggap ke jurusan mereka masing-masing.
Tahun ini Sastra Arab UGM menerima 20 maba dari jalur SNMPTN. Namun hanya 16 yang melakukan registrasi ulang. 4 sisanya urung melanjutkan proses lantaran berbagai alasan, ada yang ndak dikasih kuliah jauh-jauh sama orang tuanya, ada yang diterima di Malaysia dan memilih hidup di sana, ada yang ndak jelas kenapa ndak ngambil, dan satunya lagi meninggal dunia. mari bacakan al-fatihah untuk almarhumah. Al fatihah...!
Siang itu, saya dan beberapa petinggi La Tansa (ceileh bahasaku), seperti Fikri, The Malik of La Tansa, Lina, kepala suku div humas, dan lainnya menemani adik-adik mengambil jas almamater di Gelanggang Mahasiswa, kemudian solat zuhur berjama’ah, baru setelah itu berkumpul duduk bersila membentuk lingkaran di halaman PKKH UGM.
“Ngapain disana, Bang?” ngumpul-ngumpul sembari ngegosipin Saiful Jamil, Dek -_-!!! Ya ta’aruf sama adik-adik baru lah!!! Mau ngapain lagi coba ?
Saat itu hanya 10 maba yang sempat mengikuti acara yang kami buat. Yang lainnya izin pulang duluan lantaran harus memburu kos-kosan. Kami tak menghalangi dan mereka pun kami beri izin. Berhubung ada juga yang ditunggu sama orang tuanya. Dan alhamdulillah, 10 maba yang lain selo dan ndak keburu-buru pergi. Jadilah siang itu kami memperkenalkan diri dan mereka juga demikian.
Saya sebagai anak buah dari mbak Lina dalam divisi humas mencoba menjalankan tugas dengan baik. Memoderatori acara dadakan itu. Setelah memperkenalkan diri pribadi baru menyilahkan teman-teman satu persatu memperkenalkan diri mereka dengan menyebut nama, asal, dan angkatan tahun berapa. Lalu dilanjutkan dengan adik-adik kami yang unyu-unyu itu dengan menyebutkan nama mereka, nama panggilan, daerah asal, dan motivasi masuk Sastra Arab.
Nah, pada bagian motivasi masuk Sastra Arab inilah yang menarik. Ada beragam motivasi yang membawa mereka nyasar ke Jogja. Apalagi dalam sesi itu, Gus Fikri dan Ning Simi, eh Ning Silmi maksudnya, selalu memantiq adik-adik untuk blak-blakan kenapa memilih UGM ? Kesimpulan menurut Gus Fikri sih kebanyakan adik-adik itu korban iklan, percaya sama embel-embel UGM kampus–yang katanya–nomor 1 di Indonesia.
Saya selangi sedikit, jadi begini, kawan-kawanku. Saya pernah berbincang dengan seorang ekonom sekaligus pendidik di perguruan tinggi. Ia adalah dosen di UGM dan di salah satu universitas di Malaysia. Satu hal yang teramat keliru dan sering dilakukan oleh universitas-universitas di Indonesia adalah meminta lembaga luar negeri memberi penilaian dan perangkingan guna mengukur kualitas suatu universitas. Sayangnya, universitas yang dinilai itulah yang membayar semua biaya proses penilaian, mulai dari akomodasi tim penilai, transport, hingga administrasinya dan biayanya ndak sedikit. Mencapai bermilyar-milyar rupiah. Bayangkeun ! Cuma buat dapat rangking mereka keluar dana segitu banyak. Dari pada membayar orang buat kasih nilai dan rangking lebih baik duitnya buat beasiswa aja, iya ndak ?
Oke, kembali ke pembahasan !
Saya belum hafal nama adik-adik baru kami. Tapi wajahnya mah insya Allah. jadi berikut akan saya sampaikan beberapa alasan mereka kenapa sampai hati memilih Sastra Arab. Mohon maaf tidak menyebutkan nama.
ini beberapa maba Sastra Arab UGM 2016

Alasan yang ter-mainstream adalah ingin belajar bahasa Arab, suka bahasa Arab, wa akhowatuha. Jika ditanyakan lebih lanjut kenapa harus bahasa Arab, ndak Korea, Jepang, atau Prancis ? mereka akan menjawab lantaran bahasa Arab itu bahasa al-Qur’an, bahasa surga, bahasa alam barzah, hingga bahasa iblis. Lah iya to ? wong waktu bersitegang disuruh sujud ke Adam Iblis kan ngomong pake bahasa Arab.
Ada pula yang beralasan ingin menjadikan Sastra Arab UGM sebagai batu loncatan untuk bisa berpetualang dan berkarier ke negeri-negeri Arab. Jadi dia ibarat Jokowi yang nyagub DKI tapi endingnya RI 1. Kurang lebih begitu. Sebuah motivasi yang sangat brilian untuk seorang mahasiswa baru. Saya curiga bapak anak ini tim sukses Jokowi dulu.
Kemudian ada yang suka sastra. Tadinya mau ngambil sastra Inggris tapi sudah mainstream. Mau ngambil Korea tapi ndak dapat restu dari ibunda tercinta. Waktu milih sastra Arab eh ibunya malah nge-ACC. Ya sudah, dek, dijalani saja. Kamu berangkat ke sini berkat restu ibumu. Sastra Arab memang jodohmu dan mungkin saja jodohmu akan kau temui di sini. Di jurusan ini. Dan mungkin...... itu aku.... dudududu.....
Namun ada pula yang alasannya lumayan koplak. Waktu kami tanyakan kenapa milih Sastra Arab UGM, dengan penuh kemantapan ia berujar “Karena jurusan lain itu biasa-biasa aja”. Sontak semua yang mendengar tertawa. Gus Fikri menyahut “La, belum tentu to Sastra Arab luar biasa, siapa tahu kalau jurusan lain itu biasa-biasa aja, Sastra Arab malah lebih biasa-biasa lagi”. Tawa pun kembali pecah. Kehangatan memeluk kebersamaan kami di siang yang mendung itu. Tawa renyah dan senyum sumringah adik-adik adalah kebahagiaan bagi kami. Dan tawa dan senyum kami seyogyanya hanyalah modus belaka. Haha. Ndak ding, becanda. Kami tulus kok tersenyum dan tertawa bersama kalian, adik-adik.
Terlepas dari apapun motivasi mereka, saya menegaskan dan menasihati diri saya pribadi serta mereka semua bahwa apa yang terjadi dalam hidup ini ndak ada yang kebetulan. Bahkan takdir kalian lulus jalur SNMPTN dan masuk UGM sudah ditentukan Allah sejak dahulu kala. Maka ini semua adalah takdir yang harus dijalani dengan penuh rasa syukur, optimis, dan semangat. Jika nanti kalian menemui kesulitan jangan serta merta menyerah. Ada ribuan jalan menuju Kaliurang. Kalian adalah keluarga, kalian adalah satu, kalian adalah saudara, dan kalian adalah manusia. Duh, kok ngawur ya endingnya -_-.
Wes, yang penting, kami segenap kakak tingkat kalian, Sastra Arab UGM 2015 yang tergabung dalam panitia La Tansa mengucapkan ahlan wa sahlan wa marhaban bikhudurikum fi hazihil jami’ah, fi hazal qism al-jayyid. Selamat bergabung dengan kami. Selamat mengarungi bahtera ilmu yang begitu luas dan penuh barokah. Semoga kita tetap menjadi saudara, keluarga, dan siapa tahu bersama-sama membangun rumah tangga. #kode keras
Isy Karima.... hiduplah dengan mulia !!

Jogjakarta, 04 Juni 2016
07:10 WIB

King_Izzu

sesi foto bersama

Komentar

Postingan Populer