Cara Generasi Milenial Mensyukuri Kemerdekaan
Secangkir kopi panas dan
sebungkus kripik tempe khas Malang, perfecto! Beginilah cara saya
merayakan kemerdekaan di pagi menjelang siang tanggal 17 Agustus 2017 ini.
Setelah tadi ketiduran dengan buku “Logika Agama”nya Quraish Shihab yang masih
di tangan (Alamak, bagian yang ini jangan ditiru, ya!). Kini saatnya membiarkan
jemari menari melahirkan koreografi kata demi kata di atas panggung gawai.
Sebelumnya mari kita
sama-sama bersyukur atas 72 tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Waktu yang
tak singkat. Telah banyak dinamika yang menghiasi perjalanan Republik ini.
Mempertahankan kemerdekaan jauh lebih berat dari merebutnya. Sebagaimana petuah
bapak proklamator Indonesia, Ir. Soekarno. Karena lawan dalam merebut
kemerdekaan sudah sangat teramat jelas; penjajah! Tapi dalam rangka
mempertahankan kemerdekaan, lawanmu adalah bangsamu sendiri. Tentu kita tidak
boleh memahami wejangan Bung Karno ini secara leterlek dan tergesa-gesa.
Kemerdekaan adalah hak
segala bangsa, dan merayakan kemerdekaan adalah hak semua orang, tak terkecuali
jomblo. Spesies tuna asmara yang di kalangan generasi milenial terkadang
dikucilkan dari pergaulan (hoho, lebay banget dah!). Ngomong-ngomong tentang
generasi milenial, saya baru beberapa waktu lalu membaca artikel yang
membahas generasi Y ini di Hipwee. Artikel itu ditulis oleh Rahayu Aditya,
salah seorang kontributor Hipwee yang sudah saya follow tapi belum folback
saya. Silahkan dibaca dan mari kita membahas dengan singkat hal-hal yang
bisa dilakukan oleh para generasi milenial dalam mensyukuri kemerdekaan.
Check it out!
1. Menjadi reviewer
yang jujur dan objektif
Dalam ciri pertama
generasi milenial, Rahayu Aditya memaparkan bahwa generasi yang lahir
antara tahun 1980 – 2000 ini cenderung lebih mempercayai user generated
content (UGC) ketimbang informasi satu arah. Artinya mereka sudah nggak
terlalu percaya dengan iklan. Ketika hendak membeli suatu barang atau
menggunakan suatu jasa mereka lebih percaya review seseorang terhadap
objek tersebut dari pada termakan persuasi iklan maupun sales.
Kini banyak YouTubers
yang sering memasukkan konten review ke dalam video-video mereka. Saya
pribadi adalah subscribernya Bang Ridwan Hanif. YouTubers yang satu ini
biasa nge-review mobil, motor, hingga indomie. Dalam setiap reviewnya
ia selalu mengedepankan kejujuran. Kalau suspensi mobil A ia anggap kurang
nyaman meski harganya setengah M dia pasti mengatakannya dengan gamblang.
Sehingga tidak ada subscriber yang protes lantaran review yang
disuguhkan berbeda dengan fakta.
![]() |
sumber gambar : http://www.qureta.com/uploads/post/generasi-y-lovis.jpeg |
Dalam memberikan review
baik di dunia nyata maupun maya, generasi milenial sepatutnya mengedepankan
kejujuran. Jika hendak memberikan penilaian subjektif katakanlah terlebih
dahulu bahwa itu adalah pendapat subjektif pribadi. Poin penting pada bagian
ini adalah menanamkan sifat jujur dan belajar menjadikan kejujuran sebagai asas
dalam bertindak dan bertutur kata. Generasi milenial harus berani jujur!
Karena berani kotor jujur itu baik! Merdeka!!!
2. Bersosial
media dengan bijak. Jangan nge-share berita hoax melulu!
Rasanya tidak ada
generasi milenial yang tak punya sosmed (sosial media). Kita seakan
hidup di dua dunia secara bersamaan; dunia nyata dan maya. Kadang sebagian
orang suka membawa permasalahan dunia nyata ke dunia maya, pun sebaliknya.
Padahal dua dunia ini adalah dunia yang berbeda. Di dunia nyata mulutmu
harimaumu, tapi di dunia maya jarimu harimaumu.
Dalam rangka mensyukuri
kemerdekaan kita harus memahami bahwa permasalahan bangsa kian hari kian
beragam. Pemantiknya pun macam-macam. Dan di era digital ini justru media
sosial tak jarang menjadi sumber datangnya masalah-masalah itu. Oleh sebab
itulah pemerintah akhirnya menetapkan UU ITE dan juga mengukuhkan Badan Siber
Nasional. Sebagai pengguna media sosial kita bisa membantu meringankan
tugas-tugas pemerintah dengan memanfaatkan media sosial sebijak mungkin.
Jangan gampang nge-share
berita hoax yang tak jelas sumbernya. Saya kok ya heran masih banyak
pengguna medsos yang nge-share berita yang judulnya bombastis banget
tapi sumbernya itu tak bisa dipertanggung jawabkan. Kalau dulu Imam Bukhari
sampai harus berjalan kaki ribuan kilometer untuk memastikan riwayat sebuah hadits
kenapa kita malas meng-klik lebih banyak lagi sumber berita agar informasi
yang kita terima lebih komprehensif. Mental sumbu pendek (gampang tersulut
emosi) dan enggan tabayyun adalah pangkal maraknya hoax di dunia
maya.
3. Meningkatkan
minat baca
Minat
baca generasi millineal memang bagus, sayangnya mereka cuma membaca
melalui gawai. Buku-buku cetakan mulai ditinggalkan. Mereka lebih memilih
membaca e-book, status media sosial, dan artikel elektronik lainnya.
Padahal buku konvensional tidak kalah penting untuk dibaca. Sebuah buku bisa
terbit setelah melalui tahapan yang teramat ketat dan selektif. Ada sesi editing
konten, EYD (Ejaan Yang Disempurnakan), hingga sampai di meja redaktur dan
diputuskan layak terbit atau tidak. Artinya isi buku konvensional lebih bisa
dipertanggung jawabkan. Kalau di internet mah siapa aja bisa naruh tulisan
tanpa harus melewati tahapan-tahapan seleksi macam buku konvensional. Kayak
tulisan saya ini lah, misalnya. Yang penting punya blog, ada laptop, terkoneksi
internet, udah deh gampang naruh tulisan di internet.
Mensyukuri
nikmat kemerdekaan seyogyanya diisi dengan banyak-banyak membaca. Andai kita
masih terjajah belum tentu kita bisa dengan bebasnya memilih buku, membacanya,
mengoleksinya, bahkan menghadiahkannya kepada gebetan. Apa mau dijajah lagi
biar sadar betapa nikmatnya kemerdekaan membaca?
4. Mempelopori
internet sehat
Generasi
milenial adalah generasi yang menjadikan internet sebagai sumber
informasi. Televisi mulai ditinggalkan. Tak ayal artis-artis TV sekarang mulai
kalah pamor dengan deretan selebgram maupun YouTubers. Hanya saja
internet begitu sulit dikontrol secara menyeluruh. Konten-konten bermuatan
negatif masih banyak yang terhindar dari banned pihak yang berwenang.
Maka di sinilah kita memfungsikan diri sebagai pelopor internet sehat.
Konsumsilah konten-konten positif nan berfaedah. History web browsermu menunjukkan
karaktermu.
Sorry
to say nih, ya,
kalau bisa sih hindarilah nonton Awkarin atau Anya Geraldine. Selain memberi
contoh lifestyle yang terlalu kebarat-baratan, mereka juga teramat
memantik birahi. Kasihan kita yang belum menikah. Masak mau nikahi tangan
sendiri? Dosa, bro! Lebih baik nonton yang berfaedah macam YouTubenya kak Gita
Savitri.
5. Keluarga
menjadi yang utama
Keluarga
adalah lembaga sosial paling kecil yang membentuk sistem sosial di masyarakat.
Berdasarkan riset Menpowegroup,diketahui sedikinya 63% generasi milenial
selalu melibatkan pertimbangan keluarga dalam menentukan pilihan hidup. Hal
ini menandakan bahwa generasi milenial cenderung lebih cepat bertindak
berfikir dewasa. Mereka sadar bahwa keluarga adalah bagian yang paling dekat
dengan diri mereka. Kebahagiaan keluarga adalah kebahagiaan mereka. Kesedihan
keluarga adalah kesedihan mereka juga. Hal ini yang patut dipertahankan dan
terus ditingkatkan.
Saat
ini generasi milenial bukanlah puzzle besar dalam hierarki kekuasaan
NKRI. Baru beberapa gelintir generasi milenial yang menduduki jabatan
struktural. Sehingga kita belum sanggup memberi kontribusi melalui
tindakan-tindakan berskala besar dan berdampak luas. Generasi milenial saat
ini hanya bisa berkontribusi melalui gerakan-gerakan kultural namun cukup
fundamental. Sehingga diharapkan ketika nanti tongkat estafet kekuasaan NKRI
berada di tangan kita, negara ini bisa menjadi lebih baik, mandiri, dan mensejahterakan
seluruh rakyatnya. Amiinn.
Dirgahayu
Republik Indonesia ke-72!
Jogja, 17 Agustus 2017
11:47 WIB
Salah satu generasi milenial
Bang Izzu
Refrensi :
Komentar
Posting Komentar