Balada Anak Kos: Untung-rugi Nggak Punya TV


via google image


Oke, pembaca yang budiman. Kali ini saya akan mengumumkan bahwa di blog Bajang Lombok ini akan ada label baru yakni label “balada anak kos”. Label ini akan berisi tulisan-tulisan absurd tentang suka duka menjadi anak kos dengan berbagai permasalahan sehari-hari yang pernah saya alami. Dan saya yakin bahwa permasalahan dan juga fenomena kehidupan anak kos–di mana pun ia berada dan kapan pun itu–tidak akan jauh berbeda.
Baiklah, sebagai goresan perdana kali ini saya ingin menulis tentang TV.
TV adalah sebuah benda yang pada masa jayanya pernah menjadi primadona. Dari novel-novel yang saya baca, juga cerita-cerita yang saya simak, konon dahulu TV adalah barang mewah. Bahkan dalam satu kecamatan hanya ada satu TV untuk ribuan kepala rumah tangga. Menonton TV menjadi hiburan rakyat. Menonton TV bersama di kantor camat adalah ajang silaturahmi antar ummat. Tak peduli umur, status sosial, bahkan agama. Semua berbaur menjadi satu menikmati siaran di layar TV 14 inchi hitam putih.
Hari berganti minggu, minggu bertumpuk menyulam bulan, zaman pun terus berkembang. Hari ini TV telah mengalami perkembangan yang sangat signifikan sekaligus pergeseran fungsi di kehidupan sosial. Ukuran layar TV sekarang tak cuma 14 inchi, mulai dari 7 inchi hingga segede tembok telah tersedia. Pun dengan fitur-fiturnya. Kita tak perlu khawatir ketinggalan satu program karena beberapa TV memiliki fitur untuk merekam secara automatis acara yang tak sempat kita saksikan.
Hampir setiap rumah memiliki TV. Bahkan dalam satu rumah dapat kita temukan lebih dari dua TV. Akan tetapi di kost-kostan beda ceritanya. Ada kost-kostan yang menyediakan TV ada pula yang tidak. Ada anak kost yang memiliki TV ada pula yang tidak. Dan saya adalah anak kost yang tidak punya TV dan kost-kostan yang saya tempati tidak menyediakan TV. Intinya saya adalah anak kost yang NGGAK PUNYA TV.
Rasanya gimana, Bang Izzu?
Ada enak ada nggak enaknya. Biar lebih sistematis mari kita mulai dari yang nggak enaknya dulu ya?

Kerugian nggak punya TV
1.      Nggak bisa nonton TV
Ya iya lah, kan nggak ada TVnya. Oke, maksud ane begini, ada beberapa program TV yang patut dan menarik untuk disaksikan. Tentunya sinetron-sinetron alay tidak termasuk dalam kategori ini. Acara itu antara lain; acara-acara yang memotivasi, talkshow demi talkshow yang berbobot, dan tentunya pertandingan sepak bola. Tak jarang kalau mau nonton saya harus beringsut mengungsi untuk mencari TV.

2.      Terasa hening dan sepi
Ada beberapa spesies anak kos yang menghidupkan TV dengan tujuan membunuh sepi. Unch!!! Actually mereka nggak berniat nonton apa-apa, Cuma biar kamar kost tidak terasa sepi TV pun dihidupkan, lalu diabaikan. Andai kata TV bisa ngambek kayak cewek lagi PMS mungkin nggak bakalan ada yang berani mengacuhkannya.
Ketiadaan TV di dalam kamar kost yang pengap, diakui atau tidak, menjadi salah satu faktor pemicu menguapnya kesunyian dan kesepian. Apalagi jika yang tinggal di dalam kost itu adalah seorang jomblo.

3.      Bikin bingung kala gabut menghampiri
Yang namanya manusia biasa pasti pernah didatangi tamu yang bernama “gabut”. Sebuah kosa kata generasi milenial untuk mengekspresikan kondisi bingung mau ngapain atau nggak tahu mau melakukan apa, itu lah gabut. Mau belajar tapi bosan, mau yutuban eh nggak ada kuota, mau VC-an tapi nggak punya gebetan, mau ngajakin mantan balikan takut ditolak. Andai ada TV kan tinggal hidupin TVnya terus ditontonin, insya Allah, biizinillah gabut itu akan enyah dengan sendirinya. Alhasil ketiadaan TV membuat beberapa anak kost harus mencari aktivitas alternatif ketika gabut menghantui.

Next, Keuntungan nggak punya TV
1.      Terhindari dari tontonan yang membahayakan mental
Dewasa ini tayangan TV memang makin memprihatinkan. Menjamurnya berita-berita yang tidak berimbang lantaran stasiun TV dimiliki oleh politikus yang tak lepas dari kepentingan. Munculnya sinetron-sinetron alay nan tidak mendidik. Juga acara-acara musik yang lebih banyak alaynya daripada ngebahas update belantika musik tanah air. Otomatis ketika nggak punya TV kita terhindari dari tayangan semacam itu. Ibaratnya ketika kita nggak punya pacar kita terhindar dari kemungkinan sakit hati ataupun baper.

2.      Punya waktu luang yang lebih banyak
Saya telah membuktikan bahwa ketiadaan TV di kos ternyata dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengisi waktu demi waktu dengan hal-hal yang produktif. Kayak menulis ini nih, misalnya. Andai saya punya TV bisa aja kan saat ini saya bukannya menulis, tapi nontonin itu TV. Tapi karena nggak ada TV ya udah saya pakai waktu buat nulis. Kadang-kadang saya gunakan waktu juga untuk membaca. Kadang-kadang juga saya pakai waktu buat stalking keindahan Tuhan di Instagram berupa ukhti-ukhti berjilbab nan mempesona itu.

3.      Ajang bersosialiasi
Loh, kok gitu, Bang? Dek, abang ni kalau kepingin nonton TV biasanya akan ke warung Burjo sembari makan malam dengan menu nasi telur atau magelangan atau indomie telor ditemani segelas es teh. Tujuan utamanya numpang nonton TV, tapi kan malu kalau ke sana cuma nonton TV tanpa membelanjakan rupiah? Akhirnya saya anggap ajang numpang nonton TV itu sebagai wahana silaturahim dengan aa’ aa’ si empunya warung burjo dan para pemuda di sekitar warung burjo tersebut. Kapan lagi bisa nonton TV sekaligus menggerakan roda perekonomian bangsa (meski dalam skala kecil) plus memperkuat interaksi sosial melalui perjumpaan? Kalau saya punya TV mungkin saya akan jarang numpang nonton TV di burjo dan bertemu dengan para perantau yang lain.

Jogja, 24 Agustus 2017
16:58 WIB


Bang Izzu

Komentar

Postingan Populer