TV vs YouTube

Sejak merantau dan menjadi anak kost, ada beberapa perubahan yang saya rasakan. Mulai dari perubahan dengan skala besar hingga hal-hal yang remeh temeh alias sederhana. Contohnya adalah objek tontonan. Sebelum menjadi anak rantau saya biasanya nonton TV. Artis yang saya sering khayalkan pun silih berganti berasal dari layar kaca. Bahkan saya dulu pernah membeli poster Putri Titian lalu menempelkannya di dalam lemari. Setiap kali membuka lemari saya merasa sangat bahagia karena bisa memandangi wajahnya yang cantik nan menggemaskan. Ah, mungkin di antara Anda ada yang tidak mengenal artis yang satu itu bukan?
Tapi sejak hijrah ke Jogja saya jadi jarang nonton TV. Ada dua penyebabnya; pertama, kesibukan menjadi mahasiswa, kedua, di kost nggak ada TV. Alhasil kalau mau nonton TV saya harus mengungsi ke kamar teman kost, kost teman yang lain, dan kalau lagi pengen keluar ya sembari menyeruput kopi di warung burjo (warung makan mahasiswa Jogja) yang ada TV-nya. Hal ini menyebabkan jadwal nonton saya menjadi insidental. Kalau ada tayangan yang patut disaksikan baru deh saya memburu TV, misalnya kalau Persib lagi main di Liga  Gojek Traveloka.
Lalu, melalui apa saya mengikuti perkembangan zaman kalau tidak lewat TV? Alhamdulillah berkat wifi gratis dari kampus dan tersedianya banyak opsi paket data 4G yang lumayan terjangkau, media sosial dan dunia online menjadi tempat saya mengamati perkembangan trend di berbagai aspek kehidupan. Salah satunya YouTube. Situs berbagi video ini mulai saya gandrungi sejak beberapa bulan terakhir. Bahkan saya sudah mulai ikut-ikutan nge-upload  video demi video. Meskipun subscriber (pelanggan) saya baru belasan dan jumlah penayangan pun belum ada yang nyampe seribu kali L.
Belakangan saya juga semakin memahami bahwa YouTube kini menjadi ancaman besar bagi industri televisi. Di Amerika saja nih ya, menurut The Wall Street Journal, pemirsa TV didominasi oleh orang-orang tua jadul. Sementara kalangan remaja turun 32 % dan anak muda berkurang 23%. Ini kan berbahaya, karena para remaja dan anak muda ini kelak bakalan menjadi generasi tua, bukan tidak mungkin ketika nanti mereka tua TV bukan jadi pilihan utama melainkan YouTube.
Di Indonesia gejala seperti itu mulai terjadi, meski sampai detik ini saya belum mendapat angka pasti terkait perbandingan pemirsa TV dan YouTube. Yang menonton TV palingan ya orang-orang tua dan orang-orang di perkampungan sana. Tapi kaula muda kebanyakan sudah mulai main YouTube. Bahkan youtubers (orang yang intens menyediakan video-video di YouTube) kini menjadi profesi yang mulai digandrungi. Terbukti saat Presiden Joko Widodo menghadiri Hari Anak Nasional di Pekanbaru, Riau, di sela interaksi antara Jokowi dan anak-anak itu, ada yang mengaku bercita-cita jadi Youtuber. Bayangkan!! anak SD udah main YouTube aja.
Sahabat-sahabat bisa saja memposisikan diri sebagai pihak yang lebih condong ke TV atau YouTube. Terlepas dari beragam faktor penyebab fenomena ini menyeruak, kita tidak bisa memungkiri bahwa zaman memang dinamis. Tidak ada yang abadi, yang abadi ya perubahan itu sendiri. Itulah mengapa up to date terhadap perkembangan zaman menjadi penting. Namun yang harus diingat bahwa ada aspek-aspek fundamental yang tidak boleh berubah, seperti ideologi, keyakinan, dan kultur-kultur yang baik.
Beberapa stasiun TV pun bahkan ikut-ikutan bikin chanel YouTube. Yang paling banyak subscriber-nya ya Net TV. Acara yang sudah ditayangkan di Net TV di-re-upload oleh admin agar bisa disaksikan oleh pemirsa YouTube. Tentu strategi seperti ini juga menguntungkan pihak TV karena semakin banyak yang nonton sebuah video di YouTube, makin besar pula pendapatan yang akan YouTube berikan kepada si empunya chanel.
Namun, meski demikian kita tetap harus selektif dalam memilih tontonan yang laik di YouTube. Menjamurnya vlogger-vlogger dengan beraneka ragam konten menjadi tantangan bagi pemirsa YouTube untuk memfilterasi diri. Karena ada beberapa vlogger yang kontennya–mohon maaf–kurang baik untuk disaksikan beberapa orang. Young Lex dan Awkarin menjadi contoh untuk kali ini, hehe. Kalau sahabat-sahabat menyaksikan video-video yang mereka upload niscaya akan sangat sering menemukan kata-kata kasar bin jorok. Apalagi Awkarin, bagi Anda yang libidonya gampang naik saya sarankan untuk tidak menonton video-video wanita muda yang satu ini. Hehe.
Terus, vlogger yang recomended siapa dong, Bang Izzu?
Hm, coba deh kunjungi chanel nya Gita Savitri Devi. Selain vlogger dia juga blogger, kok. Youtuber yang satu ini menjadi panutan saya. Udah cantik, pintar, berhijab, dan naturally banget. Saya jamin kalau sahabat-sahabat melihat dia rasanya pengen nafkahin lahir dan bathin. Tapi bad news-nya nih, guys, Kak Gita udah punya pacar -_-, duh, apa mendoakan Kak Gita putus dari pacarnya adalah sebuah dosa atau nggak ya? Hehe.






Insya Allah next time saya akan menulis spesial tentang Kak Gita, insya Allah. Oh iya, Chanel YouTube selanjutnya yang recomended adalah M Izzuddin, hehe. Nggak recomended, sih. Cuma sekedar promosi, wkwk. Ah, AKU TERCYDUK.



Udah dulu ya, mau lanjut baca novelnya Wulanfadi dulu.

Jogja, 24 Juli 2017
21:11 WIB


Izzuddin

Komentar

Postingan Populer