Semalam di Bawah Doktrin Ustad YM
Semalam bertempat di
masjid UIN Sunan Kalijaga saya menghadiri tausyiah Muharram yang disampaikan
oleh ustad Yusuf Mansyur. Meski hujan mengguyur semangat jama’ah tak surut
untuk menghadiri majelis ustad yang getol mengkampanyekan sedekah itu. Walaupun
datang terlambat, Alhamdulillah saya mendapat posisi yang lumayan dekat dari
panggung utama. Maklum nerobos. Haha.
![]() |
sumber : google image |
Sembari menanti kedatangan
ustad Yusuf Mansyur, kami deres (baca)
al-Qur’an berjama’ah, tepatnya surat al-Mulk dipimpin oleh salah seorang takmir
masjid UIN SUKA yang pada MTQN di Lombok beberapa bulan lalu meraih juara 1
tingkat nasional. Lantunan al-Mulk menggema di telinga, dan insya Allah, di
hati para jama’ah.
Dalam tausyiahnya ustad
Yusuf Mansyur menegaskan bahwa hari ini kita tidak cukup dengan satu kompetisi.
Kita butuh multi-kompetisi, multi-talent, untuk menjadi orang di atas
rata-rata. Dan Anda pasti bisa menebak, ujung-ujungnya Ustad YM pun melakukan
persuasi terhadap jama’ah agar bersedekah. Apakah ada yang salah ? ya ndak lah,
daripada ngajakin gandain uang ke Kanjeng Anu mending ngajakin yang baik-baik
to ?
Tentu ada upaya yang
harus ditempuh untuk menambah atau meningkatkan kompetisi. Istilah beliau “ada
harga” yang harus dibayar. Entah dibayar dengan waktu, harta, hingga nafsu. Nah,
berhubung sebagai umat Islam kita punya al-Qur’an, yang notabene tidak hanya
untuk di-deres saja akan tetapi
ditadabburi serta diamalkan, mencari ayat yang menjelaskan tentang peningkatan
kompetisi ini sangat mungkin dilakukan.
Beliau menafsirkan “Wallahu wasi’un ‘aliim” (mohon maaf,
laptop saya belum bisa nulis Arab) sebagai sifat Allah untuk meluaskan
kemampuan hamba-hamba-Nya. Sebagai mahasiswa yang mempelajari bahasa Onta, saya
tahu kedua kata di atas merupakan bentuk isim fa’il, bedanya yang pertama
bentuk isim fa’il mainstream dan yang kedua bentuk mubalagah isim fa’il. Maknanya
pun berbeda, kalau isim fail biasa artinya ya biasa-biasa saja, tapi kalau
mubalagah isim fa’il itu maknanya lebih kuat, mendalam, dan teramat sangat.
Dan ini salah satu sisi
menariknya al-Qur’an, ia kerap menyandingkan asmaul husna yang satu dengan yang
lain. Misalnya kalimat “Wallahu wasi’un ‘aliim”
terdapat di 7 tempat dalam al-Qur’an. Tentu
bagi kaum yang berpikir hal ini patut untuk ditadabburi dan disibak rahasianya.
Oke, kembali ke
pembahasan, adapun arti utuh penggalan ayat di atas adalah Allah yang Maha
Meluaskan dan Maha Mengetahui. Seandainya kata waasi’ disitu menggunakan bentuk mubalagah isim failnya (wasii’) niscaya tafsirnya bisa menjadi
Allah senantiasa meluaskan kompetensi hamba-hamba-Nya, tak peduli apakah hamba
itu berusaha atau tidak. Tentu hal ini akan bertolak belakang dengan nama Allah
yang lain, al-A’dil, Yang Maha Adil. Nah, hadirin, dari perspektif gramatika
bahasa saja kita mengetahui hikmah penggunaan isim fail mainstream dalam
konteks ini. (Yang belajar bahasa Arab pasti paham kok)
Sedangkan ‘aliim (Maha Mengetahui) diungkapkan
dalam bentuk mubalagah isim fa’il. Artinya, Allah itu tahu banget kompetensi seperti
apa, seluas apa, dan sekeren apa yang pantas untuk hamba-hamba-Nya. Allah ndak Cuma
tahu, tapi Tahu Bingits.
Dari 7 tempat kalimat “Wallahu wa’siun ‘aliim” itu, ustad Yusuf
Mansyur membeberkan 3 diantaranya (saya mohon permakluman hanya mencantumkan
terjemahnya saja), yaitu :
An-Nur ayat 32
“Dan nikahilah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga
orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan
perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka
dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui”
Ayat ini sangat populer
di kalangan ikhwan-akhwat. Bahkan oleh beberapa ustad ayat ini dijadikan
doktrin untuk segera menikah tanpa mengkhawatirkan finansial ataupun materi. Hanya
saja, kita pun harus memahami bahwa karunia Allah ndak bisa datang dengan
simsalabim. Tidak bisa muncul seketika saat ijab-qabul paripurna diucapkan. Perlu
proses, usaha, dan ada harga yang harus dibayar untuk meraih karunia itu. Tak cukup
dengan harapan dan doa tok.
Logika ayat ini dimana? Umpamanya,
sederhana wae lah, ada seorang wanita yang tidak bisa masak, kemudian ia
menikah, maka setelah menikah ia akan berusaha biar bisa masak, agar dapat
menghemat pengeluaran dan yang terpenting bikin suami tambah betah dirumah. Jangka
panjangnya ya disayang anak-anak dan ibu mertua.
“Buset, sesederhana itu,
bang?”
“Lah kan tadi saya sudah
bilang, yang sederhana wae contohnya”
“Tapi...”
“Tapi apa??? Bro,
kompetensi itu kemampuan. Otomatis ketika kamu mampu berhutang berarti
kompetensi kamu adalah the hutanger, ketika kamu mampu masak berarti kompetensi
kamu adalah the masaker, dan saat kamu mampu hidup sendiri berarti kompetensi
kamu adalah the jomblower”
“Edan”
“Lah emang edan! Ini contoh
sederhana. Sekarang pilihannya ada di kamu, mau punya kompetensi yang sederhana
seperti yang barusan saya sebutkan, atau kompetensi yang luar biasa. Gitu bos”
So, kesimpulannya, salah
satu langkah meningkatkan kompetensi menurut perspektif al-Qur’an adalah
menikah. Percayalah, ketika Engkau sudah memiliki keinginan yang kuat untuk
menikah, baik pra maupun pasca menikah akan ada kompetensi tambahan yang kan
Kau miliki. Jika tak percaya silahkan tanya pada rumput yang bergoyang. Eh,
nggak ding, maksudnya pada orang-orang menikah yang sering bergoyang.
Al-Baqarah 115
“Dan milik Allah timur
dan barat, kemanapun kamu menghadap
di sanalah wajah Allah. Sungguh Allah Mahaluas, Maha Mengetahui”
Menghadap ke Allah. Ini juga
langkah yang bisa ditempuh untuk meningkatkan kompetensi. Menghadap ke Allah
bisa bermakna berkonsultasi dengan-Nya, menyerahkan segala urusan kepada-Nya. Lagi
sedih, putus asa, blank inspiration, silahkan
berkeluh kesah dengan Allah. Intinya menyertakan Allah dalam segala ikhtiar.
Manusia memang makhluk
terparipurna, ia juga makhluk yang teramat cerdas. Hanya saja di hadapan Allah
kita tetaplah makhluk lemah tak berdaya. Maka jangan jadi makhluk yang sombong,
ora dadi wong jumawa, tetap tawakkalkan dirimu kepada-Nya dimanapun dan
kapanpun.
Alkisah, seorang
mahasiswa tengah kebingungan mencari judul skripsi, padahal deadline kian
mencekik saja. Maka ia pun memutuskan berwudu’, baru saja hendak berwudu’ ia
mendapat inspirasi. Akhirnya dia nggak jadi wudu’, eh, inspirasi itu hilang,
akhirnya dia wudu’ lagi, terus solat hajat. Habis sholat alhamdulillah... belum
juga dapat inspirasi. Hehe, akhirnya dia berdo’a, memanjatkan hajat, memohon
kemudahan, dan akhirnya... dapat inspirasi? Belum juga. Tapi insya Allah hatinya
lebih tenang dan pikirannya lebih jernih. Insya Allah kalau hati adem pikiran
anyem, inspirasi akan segera merapat.
Allah itu Maha Memiliki
kompetensi. Dekatilah ia dan coba minta kompetensinya. Allah ndak pelit kok. Yakin
saja.
Al-Baqarah 261
“Perumpamaan orang yang
menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan
tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi
siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui”
Nah, ini inti yang
disampaikan ustad YM. Sedekah. Dengan sedekah insya Allah kompetensi bisa
bertambah. Banyak kisah yang beliau sampaikan tentang keajaiban sedekah. Menghipnotis
jama’ah, menggugah hati, dan pastinya merogoh kocek. Hehe. Dan rasanya saya
tidak perlu menjabarkan seperti apa keajaiban sedekah. Ente gugling aja sendiri
atau saksikan yutubnya ustad YM. Bejibun kok yang membahas sedekah.
Saya pribadi pernah
mengikuti sinau-nya Cak Nun. Pun kali ketiga ini menghadiri majelis ustad Yusuf
Mansyur. Dua tokoh agama berbeda latar belakang. Yang satu budayawan, satunya
lagi entreprenur. Jika mengkonfrontir
antara dua tokoh ini, apalagi dalam masalah sedekah, dijamin ndak bakal ketemu.
Wes, intinya mereka berdua ngajakin amar ma’ruf nahi munkar. Cak Nun bagus
bukan berati YM ndak bagus. Ustad YM baik bukan berarti Cak Nun kafir. Inilah dinamika
yang lahir dari keberagamaan ilmu yang dimiliki oleh cendekiawan-cendekiawan
muslim Indonesia. Hal yang seharusnya kita syukuri, bukan malah kita
bentur-benturkan. Kayak orang kurang kerjaan ae.
Satu lagi, ada sisi baik
ustad YM yang baru saya sadari. Beliau berusaha membangun bargaining position of ummat. Beliau sadar saingan terbesar adalah kapitalisme
dengan ekonomi sebagai komoditi utama, maka dengan strategi ekonomi pula beliau
mencoba membangun nilai tawar ummat tanpa meninggalkan hal-hal fundamental,
seperti al-Qur’an. Berdakwahlah dengan bahasa kaummu, maka ketika umat Islam
hari ini terjebak dalam sistem ekonomi kapitalisme, berdakwah dengan bahasa
ekonomi pun saya anggap sebagai strategi jitu. (Ini bukan fanatik lo ya)
FYI, November nanti,
Ustad YM dan seluruh perusahaannya resmi memiliki 5 unit pesawat, 2 buah boeing
777 dan 3 buah Airbus A320. Pesawat ini akan melayani rute Indonesia-Jeddah,
khusus jama’ah umrah. Dan Anda tahu bagaimana cara beliau mempersuasi jama’ah ?
itu pesawat dibeli dari duit sedekah jama’ah sebesar 150 ribu per-bulan selama
12 bulan. Beliau menamakan langkah ini dengan label sedekah produktif. Masalah pahala,
kita meyakini akan mengalir kepada mereka yang ikut dalam sedekah produktif.
Nah bagi Anda yang
berkenan ikut sedekah produktif, monggo, insya Allah dengan niat ikhlas,
membangun kekuatan ummat melalui ekonomi, bukan tidak mungkin beberapa tahun
lagi kita, umat Islam, orang Indonesia asli, bisa “membeli kembali” Indonesia.
IsyKarima!! Hiduplah
dengan Mulia!!!
Jogjakarta,
08 Oktober 2016
10:44 WIB
Muhammad
Izzuddin
Komentar
Posting Komentar