Polemik Penolakan Ustad Abdu Somad di Bali; Jangan Mau Diadu Domba!



Biasanya setiap sore saya ditemani secangkir kopi tapi tidak dengan sore ini. Pasalnya tadi waktu membeli pewangi pakaian di salah satu warung saya tergoda untuk membeli juga sebuah es krim walls yang pakai cup dan paling murah. Wkwk. Sungguh kehidupan ini terdiri atas kasta-kasta. Hampir semua entitas punya kelas masing-masing. Martabak, misalnya, makanan asal India ini tersedia dari yang harganya belasan ribu hingga ratusan ribu. Juga ayam krispy, ada yang lima ribuan ada pula yang puluhan ribu. Es krim juga gitu, kebetulan sore ini saya ambil es krim yang agak rendah kastanya. Cuma 4 ribu rupiah.
Kata dokter kalau udah makan atau minum yang dingin jangan langsung dilanjutkan dengan menyantap yang panas. Pun jua sebaliknya. Karena itu niat nulis sambil ngopi saya urungkan. Demi faktor kesehatan. Biar bagaimanapun kesehatan itu penting, guys. Kalau Ente sakit biaya obatnya mahal, belum biaya dokternya, biaya parkir di klinik, biaya beli itu-ini, pokoknya sehat itu mahal makanya kudu dijaga!
Oke! kita cukupkan basa-basinya
Beberapa hari terakhir kita dihebohkan dengan aksi penolakan masyarakat Bali terhadap kedatangan Ustad Abdu Somad (UAS) yang hendak melaksanakan safari dakwah di Pulau Dewata. Konon masyarakat Bali menolak kedatangan ustadz asal Riau itu lantaran menganggap Ustadz Abdu Somad anti NKRI, anti kebhinekaan, dan mendukung khilafah. Intinya UAS dianggap memecah belah bangsa dengan tausyiah-tausyiahnya.
Ustad Abdu Somad (tribunnews.com)

Awalnya saya menanggapi biasa saja. Itulah dinamika dakwah yang harus dihadapi UAS. Namun ketika melihat sebuah foto yang memperlihatkan orang-orang Bali menggeruduk hotel tempat UAS menginap kok ya saya hampir emosi juga. Maaf-maaf saja, sejauh yang saya ikuti dakwah-dakwah UAS masih dalam tahap yang aman-aman saja untuk dikonsumsi khalayak ramai. Tidak seperti Habib Rizieq Shihab yang agak ekstrem dan garis keras ataupun Felix Siaw yang mendewa-dewakan khilafah. Andai kata Ustad Felix Siaw yang digituin kayaknya saya tidak akan terlalu bereaksi. Tapi ini UAS, ustadz yang jelas-jelas belajar di tempat yang menjungjung tinggi keberagaman dan perbedaan. Beliau lulusan Mesir dan Maroko yang terkenal dengan Islam moderatnya.
Tapi saya juga tidak mau menyalahkan masyarakat Bali yang notabene mayoritas beragama Hindu. Niat Anda baik, ingin menjaga NKRI, namun sayang Anda gegabah, atau mungkin terlalu cepat terprovokasi. Saya meragukan apakah orang-orang yang menggruduk UAS di Bali itu pernah mendengar ceramah-ceramah UAS hingga tuntas? Atau mereka tahu UAS itu radikal dari “kata orang”.
“Katanya UAS itu anti Pancasila,”
“Kata siapa?”
“Kata orang,”
“Iya, orang, tapi siapa orang itu?”
“Ya orang, nggak tahu siapa,”
 Saya khawatir ada oknum di balik layar yang bermain dan ingin membenturkan antara pemeluk agama Islam dan pemeluk agama Hindu. Entah apa goal yang ingin ditujunya, bisa saja motif politik, ekonomi, maupun sosial. Yang pasti kita hanya dijadikan alat agar membenci satu sama lain. Suudzon dengan saudara sendiri. Bahkan bahagia tatkala melihat saudara beda agama terkena musibah.
Di Facebook beberapa akun malah mengaitkan antara erupsi Gunung Agung dengan mayoritas masyarakat Bali yang beragama Hindu. Seolah-olah erupsi Gunung Agung adalah azab untuk para pemeluk Hindu. Justru pikiran seperti ini adalah bibit pemahaman radikal yang harus diantisipasi.
Ketika ada orang yang marah cara menghadapinya bukan dengan marah juga. Perlu strategi dan pikiran jernih untuk menyelsaikan masalah tanpa masalah. Polemik UAS di Bali harus diselesaikan dengan cara yang baik dan bijak. Umat Islam dan Hindu harus bersatu, berdialog, lalu meluruskan kesalah-pahaman yang terjadi. Saya percaya ini semua hanya salah paham yang kemudian dimanfaatkan oknum tertentu untuk kepentingan pribadi mereka. Semoga tidak terulang lagi

Komentar

Postingan Populer