Kuliah Yang Tertunda part 1
Assalamu’alaikum warohmatullahi
wabarokatuh,
Selamat pagi
sahabat, cukup lama saya tidak mengisi blog ini lagi. Bukan berarti blog ini
sudah tidak terpakai lho ya akan tetapi ada banyak hal yang membuat saya tidak
sempat menulis. Saya selalu berdoa dan berharap semoga sahabatku semua selalu
dalam lindungan Allah SWT dan amal ibadah puasa kita mampu mengangkat derajat
kita di sisi Allah SWT. Aaamiinn ya robbal ‘alamin.
Jika
ramadhan tahun lalu saya disibukkan dengan mengikuti karantina pesantren AKSI
Indosiar, tahun ini alhamdulillah ramadhan bisa saya jalani di tengah-tengah
kehangatan keluarga. Beda banget rasanya berpuasa jauh dari keluarga. Sahur tak
nafsu, berbuka pun tak semangat, wajar jika tubuh yang kurus ini semakin kurus.
Bukannya saya tidak ingin gemuk akan tetapi berbagai cara sudah saya tempuh
untuk menggemukkan diri namun sampai detik ini hasilnya masih nihil. Berat
badan saya... hmm masih dibawah 50 KG, untuk rinciannya sengaja tidak saya
sebutkan guna menghindari malu pada diri sendiri dan malu pada pembaca.
Untuk
mengawali kembalinya saya menulis di blog ini saya ingin berbagi cerita kepada
para pembaca tentang kegelisahan, keresahan, dan kelabilan yang saya rasakan
beberapa waktu terakhir. Namun seperti tulisan-tulisan saya yang lain, saya
paling suka menulis dengan memberikan elaborasi di awal sebelum masuk pada inti
pembahasan, maka izinkan saya untuk menulis terlebih dahulu beberapa kalimat
dalam paragraf dibawah ini.
Allah SWT
menciptakan kita dengan berbagai pilihan hidup. Namun tentunya pilihan hidup
yang kita jalani memiliki sinkronisasi dengan potensi hidup yang Allah
anugerahkan pula. Termasuk dalam bidang pendidikan ada berbagai pilihan yang
terbentang di depan mata. Seyogyanya pendidikan dimanapun dan dalam bentuk
apapun memiliki esensi yang sama, yakni berorientasi pada peningkatan kualitas
keilmuan secara global. Akan tetapi ada pula beberapa indikator yang menjadi
pertimbangan seorang individu dalam menentukan pilihan pendidikannya. beda
orang tentu berbeda pula indikator yang ia jadikan acuan.
Misalnya,
seseorang yang memiliki potensi dibidang saintek ( sains dan teknologi )
kemungkinan besar ia akan memilih pilihan pendidikan yang sejalan dengan
potensinya, namun ada pula orang yang berpotensi dibidang saintek namun
tertarik dibidang sosial maka ada kemungkinan pula ia akan bergelut di keilmuan
sosial. Ada pula orang-orang yang menjalani pilihan pendidikannya dengan
merujuk pada instansi pendidikan tanpa mengutamakan konsentrasi keilmuan yang
ia pilih. Dan masih banyak pula indikator-indikator lain.
Tahun lalu (
2014 ) saya resmi lulus dari Madrasah Aliyah. Alhamdulillah dengan nilai ijazah
yang lebih dari cukup. Ketika itu saya
angkatan ke 19 dengan jumlah siswa 62 orang, terdiri dari 41 orang
jurusan IPA dan 21 orang jurusan Bahasa. Saya termasuk dalam kelas IPA.
Menjelang UN kami mulai akrab dengan istilah-istilah penerimaan mahasiswa baru,
hampir setiap hari kami mendengar istilah SNMPTN, Sebuah mekanisme penerimaan
mahasiswa baru tanpa tes dan hanya menggunakan nilai raport serta
prestasi-prestasi akademik. Jujur saja ketika itu saya optimis lulus, karena
nilai raport yang saya miliki lumayan bagus ( alhamdulillah sejak kelas X
sampai akhir selalu menduduki rangking 1 dan beberapa kali juara umum ), dan
juga saya memiliki beberapa prestasi akademik dan non akademik tingkat provinsi
dan nasional. Namun kenyataannya sungguh berbeda, sakitnya tuh di sini ( nunjuk
hati ) ketika saya dinyatakan tidak diterima melalui jalur SNMPTN. Lambat laun
saya baru tahu ternyata akreditas sekolah juga diprioritaskan dalam penerimaan
mahasiswa jalur SNMPTN. Sekolah saya hanyalah sekolah swasta yang terakreditasi
B, tentu akan kalah bersaing dengan sekolah-sekolah favorit atau yang
terakreditasi A di NTB ini, seperti MAN 2 Mataram, SMAN 1 Mataram, MA Muallimat
NW Pancor, dll.
Pasca
ditolak melalui jalur SNMPTN saya tidak serta merta bersedih karena seyogyanya
yang paling saya harapkan ialah lulus dijalur SPAN PTAIN. Jalur ini memang
tidak sefamiliar SNMPTN, karena jalur ini hanya diperuntukkan bagi calon
mahasiswa UIN, IAIN, dan STAIN Se-Indonesia. mekanismenya sama-sama menggunakan
nilai raport dan prestasi akademik. Saya ingat sekali kala itu saya lah yang
ngotot meminta sekolah untuk merekomendasikan kami melalui jalur tersebut,
awalnya ustadz nampak enggan memenuhi keinginan kami tapi alhamdulillah
beberapa hari sebelum hari penutupan pendaftaran ustad pun bersedia membantu.
Kami diberikan kode akses dan pasword sekolah serta data nilai raport. dengan
memanfaatkan fasilitas wifi di sekolah saya dan beberapa teman-teman yang
menjadi operator ketika itu melakukan pendaftaran dan registrasi via online.
Kalau boleh
jujur kala itu hanya saya dan sahabat saya M. Alfaini Rahman yang paling lelah
melakukan pendaftaran, saya sangat ingat kami begadang sampai jam 3 pagi karena
berkejaran dengan deadline. Namun kembali saya harus gigit jari untuk yang
kedua kalinya bahkan kali ini saya harus gigit jari dengan lebih menyakitkan.
Pasalnya SPAN PTAIN dengan tegas menyatakan saya tidak diterima. Tapi saya
bersyukur, sebagaian teman-teman ada yang diterima dan sekarang mereka telah
terdaftar sebagai mahasiswa di IAIN Mataram. Bahkan ada pula salah seorang
sahabat saya yang diterima di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, kampus impian
saya sejak beberapa tahun lalu. Adapun sahabat saya, alfaini, ia juga tidak
lulus jalur tersebut namun alhamdulillah ia lulus di jalur lain, SBMPTN, dan
sekarang terdaftar sebagai mahasiswa fakultas tehnik UNRAM.
Saya mencoba
mempertahankan semangat karena masih ada SBMPTN, Jalur seleksi nasional
menggunakan test, alhamdulillah saya mendapat kesempatan mengikuti test
tersebut dengan rekomendasi bidikmisi dari sekolah. Segalanya saya persiapkan
dengan maksimal, materi yang menjadi standar kompetensi uji dalam SBMPTN saya
pelajari secara otodidak. Namun beberapa hari menjelang hari H ujian sebuah
dilema menghampiri. Kami mendapat telpon dari Indosiar yang menyatakan saya
lolos audisi dan berhak mengikuti AKSI yang tayang di Indosiar, mbak erna ( tim
kreatif ) ketika itu juga memberikan keterangan bahwa saya berangkat pada
tanggal sebelum hari H tes SBMPTN. Dengan segala pertimbangan dan masukan dari
keluarga serta guru-guru, saya pun berangkat ke Jakarta untuk karantina dimana
secara otomatis saya tidak bisa mengikuti test SBMPTN. Saya masih ingat dari
Jakarta lah saya mengucapkan selamat ujian dan sukses untuk kawan-kawan yang
test SBMPTN melalui akun facebook saya.
Saat ini,
sekitar setahun yang lalu semua itu terjadi, saya mengatakan pada diri sendiri
bahwa pasti ada hikmah dibalik kuliah yang tertunda ini dan benar saja banyak
hikmah yang saya dapatkan dan insyaAllah saya akan paparkan sebagian hikmah
tersebut di tulisan saya selanjutnya. Terima kasih dan selamat berpuasa. ^_^
Komentar
Posting Komentar