Ubah Kecewa Menjadi Energi Positif



Bumi Jogja yang basah sehabis disiram gerombolan hujan sepanjang hari menyambut pijakan pertamaku kala keluar dari gerbong 7 KA Gaya Baru Malam Selatan. Ular besi ini menepi di Stasiun Lempuyangan tepat waktu, 19:14 WIB setelah berangkat dari Stasiun Pasar Senen jam 10:15 WIB pagi tadi. Jogja masih tetap istimewa. Meski keistimewaannya sulit dijelaskan dengan kata-kata. Ah, keistimewan bukan untuk dijelaskan, to? Keistimewaan hadir untuk dinikmati, disyukuri, dan dijaga agar tetap lestari.
Ku ayunkan langkah kaki menuju pintu timur. Langit Kota Jogja malam itu tak banyak dihiasi bintang. Mungkin karena seseorang yang tengah menungguku di sana sedang cantik-cantiknya! Ah, jadi teringat senandung Payung Teduh bertajuk “Untuk Perempuan Yang Sedang Dalam Pelukan”. Di lain waktu akan kuulas tentang hebat dan dahsyatnya lagu itu bagiku, insya Allah!
Malam ini aku kembali ke dalam pelukan Jogja setelah lima hari lamanya bertarung di Ibu Kota Jakarta. Pertarungan yang cukup sengit, penuh perjuangan, dan pastinya menyisakan luka yang masih menganga hingga detik di mana aku menggoreskannya saat ini. Namun luka yang tak disembuhkan lama kelamaan bisa infeksi dan membahayakan diri sendiri. Dan aku tak mau itu terjadi kepadaku. Maka semoga saja, melalui goresan ini, aku bisa sedikit menyembuhkan luka yang tengah menganga itu.
Sejak menjadi mahasiswa Prodi Sastra Arab UGM, salah satu pilihan kegiatan yang aku ambil ialah menjadi seorang arabic debaters. Selain karena memiliki basic public speaking, aku juga menginginkan tantangan baru. Mengapa aku memilih debat? Jawabannya ada di goresanku yang satu ini! Silahkan dibaca jika berminat!
Sejatinya pertandingan di UNJ tempo hari kuhajatkan sebagai pertandingan terakhir sebelum pensiun dari kompetisi. Aku sama halnya seperti Fransisco Totti dan Gianlugi Buffon yang ingin mempersembahkan “sesuatu” di pertandingan terakhir yang dilakoninya. Namun na’as nasibku sama seperti dua legenda Negeri Pizza itu. Kalah sekaligus gagal mempersembahkan gelar juara.
Kekalahan kali ini cukup menyakitkan. Pasalnya aku telah melangkah hingga babak final. Fyi, di babak final ada 4 tim terbaik yang memperebutkan gelar juara 1, 2, dan 3. Otomatis ada satu tim yang akan menjadi–mohon maaf–pecundang  dalam pertandingan itu. Dan sialnya, tim itu adalah tim kami. Andai saja ada gelar juara harapan 1 maka kamilah yang berhak. Sayang kebijakan dari panitia kadang tak sesuai harapan peserta.
Finalis Debat Safar 8 UNJ : UII Tim B, FDI UIN SYARIF, UII Tim A, UGM

Kecewa? Pasti! Sakit hati? Bisa jadi! Malu? Apa lagi! Mau misuh? Nggak lah, dosa, bro! Udah kalah masa mau bikin dosa lagi, wkwk! Yang pasti aku kecewa pada diriku sendiri dan kecewa pada beberapa kebijakan panitia. Seakan nggak terima tapi nggak bisa berbuat apa-apa.
But, saat ini aku bisa sedikit lebih tenang. Banyak masukan, kritik, saran, dan juga nasihat yang datang di saat aku tengah terpuruk seperti ini. Dukungan yang pertama dan paling utama tentu datang dari kedua orang tua. Alhamdulillah mereka legowo menerima kenyataan bahwa anak mereka ini gagal juara! Bahkan mamaku nyeletuk gini, “Kok bisa juara MTQ kalah?”. Aku hanya bisa tertawa getir mendengar candaan mama itu sembari mengulanginya lagi dalam benak, “Iya, ya, kok bisa?”
Berpose bersama finalis dan dewan hakim
Bapak pun demikian. Beliau bahkan lebih bijak. Kalah-menang itu biasa. Kalau boleh jujur ya kita pasti selalu ingin menang, tapi kan nggak selamanya akan seperti itu. Sama halnya ketika seseorang ingin hubungan yang dibinanya bahagia terus-terusan. Ya nggak bisa. Kita mah maunya bahagia terus namun yang namanya hidup pasti ada ujian, rintangan, dan cobaan yang sering kali tak membuat hati bahagia. Namun percayalah ujian-ujian itu datang bukan untuk merusak kebahagiaan kalian melainkan membuat kalian menjadi lebih kuat dari sebelumnya.
Pun teman-teman satu kontingen, rekan-rekan PSDM, dan sahabat-sahabat di kampus. Memberi apresiasi dan semangat ala kadarnya. Aku sangat mengapresiasinya.
kontingen UGM dalam SAFAR UNJ 2017
Juga my boo, yang menjadi patner melampiaskan curahan hati dan keluh kesah. That’s very kind of you. Banyak hal yang aku dan kamu pelajari dari segala hal yang terjadi. Baik yang aku hadapi, kamu hadapi, dan kita hadapi. Semoga kita semakin kuat ke depannya, boo! Like you said, we are team!
 
My boo and me ^_^
And the point is Kekecewaan hadir dengan cara yang menyakitkan, memang! Namun jika kau bisa mengubahnya menjadi energi positif, why not? Do it, please! Oke sekarang aku kecewa, lantas dengan kekecewaan yang kubawa dari Jakarta hingga Jogja ini apa yang akan aku perbuat? Hanya mengeluh atau bahkan misuh? Itu bukan problem solving! Itu pelampiasan! Dan itu sama sekali bukan cara yang elegan untuk menghadapi hidup.
Kamu dapat menghidupkan energi positif itu dengan berupaya mengkondisikan lingkunganmu agar bisa mendukungmu untuk lebih survive. Dalam hal ini aku melibatkan orang tua, sahabat-sahabat, dan juga my boo. Alhamdulillah mereka semua mendukung dan mau bersabar dengan keluh kesah yang kuberikan.
Sebagai makhluk sosial kita tak bisa hidup sendiri. Dan sebagai makhluk yang memiliki hati kita tak bisa hidup tanpa cinta. Bisa sih bisa, tapi nggak asyik! So, hiduplah dengan cinta, dan juga orang yang Kau cintai. Good Luck!

Jogja, 23 November 2017
23:39 WIB

Bajang Lombok

Komentar

Postingan Populer