Spirit Qurban; Mengikis Sifat Individualis
![]() |
Muhammad Izzuddin mengucapkan "selamat hari raya idul adha 1438 H" |
Gema takbir membahana.
Mengudara mengagungkan kebesaran-Nya. Berbondong-bondong muslim keluar rumah
menapaki tanah menuju tempat ibadah. Berbalut pakaian terbaik nan islami.
Menyatukan pikiran, kehendak, dan tutur perbuatan agar seiya-sekata dengan keridhoan-Nya.
Idul Adha 1438 H ini
adalah kali ketiga saya melaksanakan sholat id di tanah rantau. Alhamdulillah
tahun ini baik Muhammadiyah maupun pemerintah sepakat dan kompak melaksanakan
sholat id pada tanggal yang sama. Sehingga ngirim ucapan “ma’af lahir
bathin”nya nggak perlu dua hari. Apalagi bagi mereka yang memiliki banyak
gebetan dan terdiri dari berbagai golongan.
Qurban, ibadah haji,
kisah Nabi Ibrahim a.s dan Ismail a.s merupakan keyword yang pasti
dibicarakan di berbagai mimbar. Qurban yang bermakna dekat, ibadah haji yang
menjadi impian seluruh muslim, serta romantika ayah-anak yang sarat pesan moral
dan nilai spiritual. Maka tak salah jika idul adha juga dijuluki “idul akbar”,
hari raya besar.
Khatib di masjid
Baiturrahman Kompleks Perumahan Gowok Polri tahun ini menyampaikan idul adha
sebagai wahana pembentukan karakter individu dan sosial. Dalam khutbahnya,
beliau mengajak jama’ah untuk menafakuri perintah Qurban. Tujuan utama qurban
bukan untuk adu strata sosial ataupun gengsi. Namun mendekatkan diri kepada
Sang Khalik dan sesama makhluk.
Tujuan qurban terbagi
menjadi dua; tujuan vertikal dan horizontal. Tujuan vertikal merupakan aspek
transendental yang menyentuh kedalaman hati agar lebih dekat kepada Yang Maha
Tinggi. Lebih dekat dalam arti merasakan keberadaan-Nya dan senantiasa merasa
diawasi oleh Dia. Sehingga perbuatan dan tutur kata kita tidak bertentangan
dengan perintah-Nya. Sedangkan tujuan horizontal dimaksudkan agar setiap
individu menyadari bahwa mereka adalah makhluk sosial. Maka gaya hidup
individualis sudah sepatutnya dikurangi.
Lantas siapakah yang
memiliki momentum idul adha ini? Apa kah mereka yang berqurban saja? Tentu
tidak! Di sinilah letak ke-Maha Adilan Allah. Bayangkan jika semua orang mampu
berqurban. Semua mampu beli sapi, sampai-sampai ta’mir masjid pun sanggup
membeli sapi untuk diqurbankan. Lantas siapa yang akan memakan daging qurban
sebanyak itu? Ya kali sapi makan sapi? Sapi kan herbivora, nggak makan daging.
Maka momentum qurban adalah milik bersama, baik si pemilik qurban maupun yang
mendapatkan daging qurban.
Pada hakikatnya spirit
qurban adalah spirit kebersamaan. Saya sangat berharap momentum qurban ini
mampu mengikis sekat-sekat individualistik yang kian hari kian mewabah dan
menjangkiti ummat manusia. Termasuk bisa jadi kita dan orang-orang terdekat di
sekeliling kita. Si pemilik qurban memberi kebahagiaan bagi yang menerima
qurban. Pun juga yang menerima qurban mengucapkan terima kasih kepada si
pemilik qurban. Niscaya kita akan menyadari bahwa satu sama lain saling
membutuhkan.
Selamat berhari raya!
Selamat berqurban! Semoga Allah menerima amal ibadah kita dan mengampuni segala
salah dan dosa kita!
Jogja, 1
September 2017
09:02 WIB
Yang menanti
daging qurban
(Bang Izzu)
Komentar
Posting Komentar