Manusia Berkumpul Karena Sifatnya


sumber gambar : google image


Alhamdulillah cerpen kedua saya sudah tuntas. Judulnya pun sudah dapat. Entah bagus atau tidak itu urusan belakang. Insya Allah saya akan meminta beberapa orang untuk menilainya terlebih dahulu. Kalau pun nanti Kalian anggap jelek ya nggak apa-apa. Biar jadi masukan sekaligus tantangan buat saya agar bisa menulis karya dengan lebih baik lagi.
Sewaktu menulis cerpen tersebut saya sempat mengalami writer’s block. Bingung itu cerita mau diapain. Nggak tahu itu tokohnya enaknya dikasih nasib kayak gimana. Dan di saat itu seketika saya merasa jadi Tuhan (dalam cerita saya) yang lagi galau wkwkwk. Saya tahu benar bahwa dalam kondisi stagnan seperti itu, memaksakan diri untuk tetap menulis adalah pekerjaan mubazir. Jika hati tak bisa dipaksa mencintai, otak pun nggak senang apabila dipaksa memikirkan yang enggan dipikirkan. Saya shutdown gawai Lenovo hitam kesayangan saya dan membiarkan Steven Coconut bernyanyi dengan musik reggaenya.
Sembari bercumbu dengan musik-musik reggae saya memandangi tumpukan buku di kamar kos satu per satu. Pandangan saya jatuh pada karya Puthut EA, “Kupu-Kupu Bersayap Gelap”. Itu adalah kumpulan cerpen karya Puthut. Saya meraihnya. Buku itu masih mulus meski tidak ada sampul. Saya membelinya di Togamas Kotabaru sewaktu ada diskon besar-besaran. Oh, diskon, kapan kau datang kembali menyambangi kami? Kami merindukanmu. Saya putuskan untuk membaca ulang cerpen-cerpen dalam buku tersebut.
Harus saya akui bahwa Puthut teramat piawai menuliskan cerita. Ia mensugesti pembaca seolah-olah menjadi bagian dari cerita tersebut, bahkan jadi tokoh utamanya. Saya berharap suatu saat nanti memiliki kemampuan seperti itu. Bila perlu melebihi beliau. Biar cerita yang saya buat bisa menghibur banyak orang, menginspirasi, dan dibeli banyak orang. Hehe. Biar saya bisa masukin nama kamu menjadi salah satu tokohnya. Ya, Kamu! Kamu yang lagi baca goresan ini. Doakan saya ya!
Sengaja tulisan ini saya awali dengan memuji Puthut EA karena apa yang sebentar lagi akan Kalian baca, saya dapatkan dari kutipan kumpulan cerpen beliau yang bertema (kalau nggak salah) benalu. Makna ekspilisit dan emplisit dalam cerita itu, menurut saya, dapat kita gunakan sebagai salah satu indikator mengidentifikasi sifat kita ataupun sifat orang lain. Meski saya akui, yang paling mengetahui tentang diri manusia adalah dirinya sendiri. Kita hanya bisa berasumsi dengan cara melihat gejala di permukaan. Yang harus kita pahami, asumsi itu bisa jadi benar, bisa juga sebaliknya. Itulah pentingnya tabayyun. Dan insya Allah Puthut EA, melalui perantara saya, sebentar lagi akan memaparkan tips tabayyun nya.
“Barang berkumpul karena jenisnya, manusia bertemu karena sifatnya”
Jika kita jalan-jalan ke toko pakaian, misalnya, entah untuk belanja atau sekedar cuci mata, kita akan melihat banyak barang di pajang untuk menarik perhatian pengunjung. Baju akan di taruh di bagian baju-baju. Celana akan di taruh di barisan celana. Sepatu ya sama sepatu. Begitu seterusnya. Nggak mungkin ditumpuk, to?
Atau kemarin, waktu saya belanja ke Mirota (salah satu supermarket di Jogja). Waktu mencari parfum saya harus ke bagian rak parfum. Ketika hendak mencari mie saya harus membawa keranjang belanja ke bagian rak mie, dan saat ingin membeli sabun saya harus ke rak yang menyediakan sabun. Bahkan antara sabun cuci, sabun muka, dan sabun untuk badan raknya terpisah-pisah. Semuanya dipisahkan karena jenisnya. Sabun cuci ya sama sabun cuci, bertemulah Rinso, Daia, Attack wa akhawatuha. Sabun muka ya bareng sabun muka, ketemulah Garnier, Vaseline, Biore, wa akhawtuha.
Itu kalau barang, nah kalau manusia? Seperti kata mas Puthut, manusia bertemu, berkumpul, dan bergaul karena sifatnya. Homo sapiens yang suka nongkrong ya bertemu dengan yang suka nongkrong. Manusia yang hobi bermain musik pasti akan berkawan dengan mereka yang juga suka musik. Yang demen baca buku akan nyaman dengan yang suka baca buku juga. Ringkasnya, yang suka hura-hura ya sama yang suka hura-hura, yang rajin bakalan sama yang rajin. Mereka yang punya sifat benalu akan dipertemukan dengan watak benalu, dan mereka yang bertanggung jawab akan bertemu dan bersahabat dengan yang bertanggung jawab jua.
Lah, terus, yang baik yang mana dong, Bang?
Di sini Abang nggak membahas baik atau buruk, Dek. Karena permasalahan itu sangat-sangat ghairu maudhu’i (subyektif). Lagian manusia kan punya prinsip hidup masing-masing. Yang suka jalan-jalan bisa jadi memandang hidup ini harus disyukuri dengan kebahagiaan yang terus terpelihara. Sedangkan yang serius berjuang memandang hidup ini sebagai lahan perjuangan sampai titik darah penghabisan. Selama mereka nyaman dengan kondisi tersebut kita tidak bisa menyalahkan. Biarkan saja! semua insan berhak menentukan pilihan dalam hidupnya.
Hanya satu yang akan menentukan apakah itu baik atau tidak, yaitu hati nurani. Setiap manusia pasti memilikinya dan hanya mereka yang bisa mendengar dan memahami hati nurani mereka sendiri. Ada kalanya hati nuranimu berbisik bahwa apa yang Kau lakukan ini baik atau buruk. Hanya saja, kalau hati kebanyakan karat lantaran sibuk mendengki pada hal-hal yang tidak produktif, suara hati nurani bisa jadi tak Kau dengarkan.
Terima kasih, mas Puthut! Njenengan mengingatkan saya pada sebuah ajaran kitab ta’limul muta’allim di pesantren dulu.
عن المرء لاتسأل وأبصر قرينه # فإنّ القرين بالمقارن يقتدى
فإن كان ذا شرّ فجانبه سرعة # وإن كان ذاخير فقارنه تهتدي

Jika kau hendak tahu karakter seseorang jangan tanyakan padanya “hey, kamu tuh orangnya kayak gimana?”, tapi lihat siapa sahabatnya. Karena sesungguhnya sahabat itu pasti saling memengaruhi. Jika engkau lihat sahabatnya berkarakter buruk, segera menjauhlah. Namun jika kau melihat sahabatnya baik, bersahabatlah dengannya, niscaya engkau akan mendapat petunjuk.
Dulu, di pesantren, saya tidak berani membantah atau bertanya terkait doktrin ajaran ini. Tapi kali ini, izinkan saya mengakhiri tulisan ini dengan sebuah pertanyaan (yang bisa jadi akan saya jawab sendiri di tulisan selanjutnya, wkwk). Jika orang jahat kita jauhi dan orang baik kita dekati, apakah itu termasuk kebaikan yang egois? Yang hanya mementingkan kebaikan kita tapi tak acuh dengan kondisi orang lain? apakah ini termasuk doktrin yang berbau pragmatis? Hehe. Lalu, kalau orang jahat kita jauhi siapa yang bertugas meluruskannya agar kembali ke jalan yang benar?
Sabar dulu! Jangan langsung mengatakan syair ini tidak relevan, nanti Anda bisa dikatakan melakukan penistaan terhadap kitab tasawuf. Wkwk. Sya’ir ini dalam kitab ta’limul muta’alim terdapat pada bab fi ihtiyaril ilmi wal ustadzi wasyariki watsabati. Jadi konteksnya adalah memilih teman dalam belajar. Bukan teman dalam arti luas. Insya Allah di tulisan selanjutnya akan kita diskusikan.
IsyKarima!!! Hiduplah dengan Mulia!!

Jogja, 05 April 2017
07:27 WIB

Bang Izzu

Komentar

  1. Permisi kak zuddin.
    Apresiasi yg tinggi saya berikan kdp kak zuddin,
    terus ttap semangat utk berkrya (menulis).
    Saya bukan pembaca yg yg baik dan tak pandai dlm mengerti bhsa. Tpi kalau boleh sdikit berkomentar; dicerita itu saya tdk menemukan sesuatu keunikan dan ketertarikan layaknya cerpen" umumnya (seperti tdk sdg membaca cerpen). Melainkan seperti rasanya mjd jamaah yg sdg mdpt pencerahan dri uztad. Intinya gini kak; kurang menarik(dlm dunia cerpen), tpi bermanfaat besar utk bekal kehidupan.
    Itu aja sih kak, yg saya rasa. Tpi mungkin jg, saya yg kurang mengerti, mengetahui dan memahami dlm sebuah CERPEN religi. hehe...
    Bisa jadi juga sih itu kak. itu kesalahan saya,
    sebelumnya saya mnt maaf kak, bukan tdk bermaksud mencela tulisan kakak tpi ini sebuah kejujuran dari uneg" setelah mmbaca tulisan kakak. Tapi tulisan kakak stg bermanfaat kog. Terus semangat kak zuddin dlm mengasah ilmu semoga tulisan kakak bisa dikenal hingga media massa. Aminn......

    BalasHapus
    Balasan
    1. di cerita yang mana ya dek maksudnya? hehe, kalau yang ini bukan cerpen kok, ini kan labelnya opini hehe. cerpen kedua blm ta publish ke blog...

      Hapus
  2. alhamdulillah..
    brarti mmang saya yg salah kak.
    jadi ngrasa malu bgt ni kak.
    Tadinya saya kira dibagian yg dimulai dri "Barang brtemu krn jenisnya Manusia berkumpul krna sifatnya". itu bgian dari cerpennya.Tadinya jga, smpt ada keraguan mau komentar, trnyta bnr firasat saya, saya yg gagal fokus dan slh kaprah mengenai pemahaman tulisan kakak.
    maaf ya kak saya sudah sok"an mmberi kritikan pdhl saya yg mlh hrs dkritik dan diberi bimbingan.
    sekali lagi Nyuwun pangapunten atas kekeliruan saya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer