Dua Jam Bersama Mini GK
UTS, middle semester, al-imtihan al-muntashafiy, apapun
istilahnya, alhamdulillah sudah paripurna kami tunaikan. Ditandai dengan
selesainya UTS mata kuliah terjemah kemarin. Saya berharap semester ini lebih
baik dari sebelumnya, baik UTS maupun UAS di awal Juni nanti. Semoga tidak ada
lagi nilai C/D yang mampir di KHS saya, seperti semester tiga lalu (pasang
wajah sedih). Tolong aminkan dong! Sodara-sodara.
Yups, terima kasih.
Sekarang adalah hari pertama di bulan April. Juga sekaligus tulisan
saya yang pertama di bulan lahirnya ibu kita Kartini. Andai tidak diputusin,
ini adalah aniv saya yang ke 4 dengan mantan saya. Tapi alhamdulillah, dia udah
mutusin sejak dua bulan lalu. Nggak nyaman dengan kegantengan saya
katanya. Wkwk. Nggak ding, bercanda saja. Jangan dianggap serius.
Untuk tulisan pertama di bulan April sejujurnya saya bingung mau
tulis apa. Tapi demi konsistensi yang harus dibangun, mau nggak mau, saya harus
luangkan waktu untuk menulis. Tadinya mau nulis cerpen kedua. Alhamdulillah ide
besarnya sudah dapat, cuma kerangka alias outline-nya masih on
progress. Doakan saja puzzle-puzzle nya bisa menyatu dengan apik
dalam benak agar lekas saya tulis dan publish di blog ini dan
kompasiana. sedikit spoiler ya, ceritanya masih berkutat dengan dunia
santri, tapi tenang, temanya nggak cinta dan insya Allah nggak sad ending kayak
cerita yang sebelumnya.
Baik, untuk mempersingkat tulisan saya akan segera mengarah ke inti
tulisan, alhamdulillah barusan dapat ide (yang dipaksakan, hehe) yaitu; dua jam
bersama Mbak Mini GK.
Kemarin, di kelas mata kuliah Menulis Kreatif, Pak Abe dan Bu Am
menepati janjinya untuk mendatangkan seorang penulis ke hadapan kami. Siapa
sangka yang didatangkan adalah mbak Mini GK. Ah, mungkin teman-teman banyak
yang nggak kenal beliau, tapi saya kenal. Bukan kenal karena pernah baca
karyanya sih, hehe, tapi kenal lantaran kami satu grup di Klub Buku Yogyakarta
(KBY). Bedanya beliau itu anggota aktif saya anggota pasif. Beliau rajin
nimbrung di grup WA saya mah apah atuh, cuma butiran jasjus yang doyan jadi silent
reader. Pak Abe menitahkan saya untuk jadi moderator, tadinya Pak Abe
meminta saya atau Syamil, namun berhubung Syamil menyerahkan kepada saya, ya
sudah, saya mau. Meskipun tidak diupah. Hehe.
Banyak hal yang disampaikan oleh Mbak Mini. Tapi kalau saya tulis
banyak-banyak Kalian pasti malas baca. Untuk itu lebih baik saya singkat saja
ya. Saya ambil poin-poin penting dan menarik dari penyampaian Mbak Mini GK.
Silahkan menikmati!!
1.
Menjadi penulis bukan pekerjaan instan
Pernah makan mie instan? Berapa lama waktu yang Anda butuhkan untuk
membuatnya kemudian menikmatinya? Tidak lama, to? Palingan 3 menit. Nah menjadi
penulis nggak kayak gitu, Sodara-sodara. Penulis bukan pekerjaan instan,
penulis adalah pekerjaan yang untuk mencapainya dibutuhkan nafas panjang,
perjuangan, dan pengorbanan. Mbak Mini GK sejak SD sudah bisa menulis, tapi
baru 2011 kemarin resmi bisa dikatakan sebagai penulis.
Kalau Kalian nggak mau bercumbu dengan kelelahan, enggan bersalaman
dengan kegagalan, atau mau sukses dengan bimsalabim abrakadabra saja,
silahkan peluk guling, tarik selimut, pejamkan mata, dan bermimpilah. Insya Allah
terwujud. Tapi ini dunia nyata, Bung! Kau tak bisa selo terus-terusan. Kau
nggak boleh hura-hura setiap saat. Kayak yang pernah saya tuliskan di
Kompasiana, hidup ini bukan plesiran, hidup ini adalah perjuangan. Dan
perjuanganmu dimulai detik ini juga!
2.
Menulis cukup seorang diri
Untuk bisa menulis kau tak perlu melibatkan orang lain, lakukanlah
dengan tangan dan pikiranmu sendiri, saya jamin tulisanmu pasti jadi. Tapi,
untuk menjadi penulis kau nggak bisa berjalan seorang diri. Kau butuh teman,
kau butuh pacar patner. Butuh orang yang siap membaca tulisanmu
lalu mengapresiasinya, entah dengan memberi pujian atau juga kritik saran.
Karena pujian dan kritikan sama-sama penting dalam apresiasi suatu karya.
3.
Dipuji jangan terbang, dikritik jangan tumbang
Bagian ini lanjutan dari poin nomor 2 di atas. Jangan pernah
menulis untuk diri sendiri, kecuali itu kau lakukan untuk mencurahkan unek-unek
atau kepuasan pribadi. Tapi kalau motivasimu adalah untuk berbagi, biarkanlah
tulisanmu dibaca orang lain. Mereka pasti akan melakukan salah satu atau salah
dua di antara 3 hal; mengabaikannya, memujinya, atau mengkritiknya.
Ketika tulisan kalian diabaikan, ya sudah jangan marah, tahu
sendiri kan kesehatan literasi Indonesia akhir-akhir ini kayak gimana. Nah,
waktu dipuji Kau jangan terbang! Lantas merasa sudah hebat menulis, sudah
banyak ilmunya, sudah mantap diksinya. Ojo ngono lah! Jangan begitu!
Kalau dipuji ucapkan saja alhamdulillah lalu lanjutkan dengan doa dan asa
semoga bisa jadi lebih baik dari saat ini. Jangan lupa bilang amin. Biar
terkabul. Biar keren.
Waktu dikritik? Nah ini juga nggak kalah penting. Karena ada lo
tipe manusia yang anti-kritik. Maybe semacam penyakit alergi dengan
kritik. Waktu dikritik dia malah mengkritik balik. Gara-gara dikritik hatinya
langsung baper. Alamak! Jika Anda merasa golongan dari tipe ini (tapi semoga
saja tidak), saran saya berubahlah! Berubah jadi orang yang lebih terbuka
dengan kritik. Karena kritik itu sifatnya membangun. Tentu ada kritik yang
harus kita dengarkan ada pula jenis kritik yang boleh kita abaikan. Di tulisan
lain insya Allah akan saya bahas.
Well, banyak yang
Mbak Mini GK bagikan pada kami. Semoga bagi teman-teman yang punya ghirah menjadi
penulis bisa semakin bersemangat dan segera memulai usahanya mewujudkan
cita-cita adiluhung tersebut. Terima kasih atas nasihatnya, Mbak Mini GK. Insya
Allah kalau sudah saatnya, saya nggak bakalan jadi silent reader lagi di
grup KBY. Hehe.
Jogjakarta, 01 April 2017
07:26 WIB
Bang Izzu
Komentar
Posting Komentar