Hijrah Angkutan Konvensional Menuju Angkutan Online
Hari ini si merah saya biarkan beristirahat di garasi kos. Insya Allah
kalau ada rezeki di awal November nanti semoga saya bisa membawanya untuk medical
check-up di bengkel langganan. Ia sudah meronta minta oli baru serta kampas
rem diganti. Cerewet memang, tapi mau bagaimana lagi, saya membutuhkannya untuk
berseliweran ke berbagai tempat.
Beruntung sebagai pengguna aplikasi Go-Jek saya tak perlu khawatir kalau
ingin ke suatu tempat yang agak jauh. Makin beruntung lagi ternyata Go-Jek
tengah berbaik hati memberi saya 5 voucher go-car senilai @15.000. Itu artinya
jika saya menggunakan go-car dan harga trip yang harus saya bayarkan Rp.
20.000,- maka saya hanya membayar Rp. 5.000,-. Sedangkan kalau biaya trip saya
hanya Rp.15.000,- atau kurang it’s mean free, boi! Kebetulan jarak dari
kos-kampus kalau pakai go-car biasanya memakan biaya sebesar 10-12 ribuan. Itu
artinya saya bisa gratis bolak balik kos-kampus pakai mobil dengan GRATIS!!!!
![]() |
sumber gambar : tempo.co |
“Memanfaatkan
voucher adalah bagian dari rasa syukur”
Seusai
kuliah Ekonomi Islam hari ini saya langsung kembali ke kos dengan memesan
go-car. Tak kurang dari 10 detik saya sudah mendapat driver dengan Avanzanya
yang berjarak hanya beberapa meter dari lokasi saya memesan. Singkat cerita
saya pun pulang dengan duduk nyaman di kursi baris kedua.
Ada
beberapa tipe driver yang pernah saya temui selama menggunakan go-car dan
go-ride. Driver kali ini termasuk ramah dan tidak nyebelin. Karena
kadang-kadang ada juga lho yang ramah tapi nyebelin lantaran over banget
ramahnya. Buat para driver, beginilah seyogyanya isi hati para penumpang;
“Driver mesti tahu kapan boleh ngomong dan
kapan harus diam”
Saya
selalu tertarik membicarakan tentang fenomena taksi online yang kian menjamur
di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Dari awalnya ditolak, dikecam, bahkan
diteror, sekarang malah dielu-elukan dan diakui berhasil merubah gaya hidup
orang Indonesia.
Bagi
saya pribadi kehadiran taksi online membuat hidup jadi lebih praktis. Mau pesen
mobil atau motor untuk bepergian nggak perlu nelpon. Tinggal sentuh-sentuh
aplikasinya dan Anda akan mendapatkan driver yang siap mengantarkan Anda.
Ketika tengah malam Anda lapar namun malas keluar rumah untuk beli makanan,
anda tinggal buka aplikasi, pesan, dan makanan akan diantarkan oleh sang driver
sampai ke depan pintu rumah Anda.
Pun
metode pembayaran yang kini mulai mengarah ke uang elektronik. Pemerintah yang
mengkampanyekan transaksi non tunai sangat terbantu dengan hadirnya gopay, grab
pay, dan lain-lain. Di beberapa gerbang tol pun kini pembayaran harus
menggunakan uang elektronik. Artinya kita memang tengah mengikuti perkembangan
zaman yang berbasis internet dan teknologi. Jika Anda menghindari kemajuan ini
bersiap-siaplah ketinggalan zaman.
Bukan
berarti saya pro banget dengan kehadiran aplikasi-aplikasi angkutan online
macam gojek, grab, dan uber ini. Akan tetapi manfaat, kepraktisan, dan dampak
yang ditimbulkannya tak bisa kita pungkiri telah memudahkan banyak orang dalam
beraktivitas. Namun dalam setiap kemajuan baru pasti selalu ada korban. Ketika
taksi online menjamur taksi konvensional pun menjadi korban. Namun jauh sebelum
itu,
Zaman memang telah mentakdirkan terjadinya
bunuh membunuh antar satu pencapaian dengan pencapaian lain.
Contoh
kecil; dahulu becak menjadi primadona, orang-orang bermobilisasi menggunakan
kendaraan bertenaga kuda ini. Hingga muncullah teknologi mesin berwujud motor
dan mobil. Kita mengenalnya dengan istilah ojek dan angkot. Becak pun
kehilangan panggung digantikan oleh angkot. Lama kelamaan muncul lagi angkot
yang lebih elegan, punya argo yang pasti, dan hanya mengantarkan satu penumpang
atau sekelompok penumpang dalam satu trip. Namanya taksi. Nggak ada ceritanya
taksi ngetem kayak angkot. Angkot pun mulai meringis. Dan kini setelah sekian
lama digdaya di puncak kejayaannya taksi konvensional pun mulai menyadari bahwa
mereka punya saingan kuat yang bernama angkutan online.
Dari
segi kepraktisan angkutan online jelas lebih praktis. Dari segi tarif angkutan
online pun jauh lebih murah. Pun dari segi kepuasan, angkutan online superior
atas taksi konvensional. Bluebird dan kawan-kawan mulai menjerit. Karena tak
kuat bersaing akhirnya pemerintah pun disalahkan. Memang begitu budaya orang
Indonesia. Semua masalah adalah kesalahan pemerintah. Mereka menuntut
pelarangan taksi online. Alamak!! saya cuma bisa ketawa. Ya kali kemajuan zaman
mau ditolak?
Tapi
kini semuanya berubah. Beberapa kali saya memesan go-car dan mendapatkan mobil
berupa taksi konvensional. Menurut seorang driver yang pernah saya tanyai, mau
tak mau ia harus hijrah dari taksi konvensional menuju taksi online. Kalau
terus bertahan menjadi driver taksi konvensional ia tak bisa makan. Bluebird
pun menyadari hal ini. Kini bluebird telah bergabung dengan gojek. Jadi kalau
Anda mau pesen bluebird bisa lewat aplikasi gojek.
Namun
di sisi lain kehadiran angkutan online dengan segala kepraktisan yang
ditawarkan pun tak bisa kita lihat dari satu perspektif saja. Ia juga memiliki
dampak negatif di ranah kehidupan sosial. Misalnya sistem pembayaran
menggunakan uang elektronik, menurut hemat saya, dapat membuat masyarakat
menjadi lebih konsumtif. Di satu sisi ini menguntungkan para driver sebagai
pekerja namun merugikan kita sebagai konsumen. Maka hal ini yang patut untuk
kita waspadai.
Overall,
kehadiran
angkutan online harus disikapi dengan bijak. Ia telah membuka lapangan kerja
yang begitu luas bagi banyak orang. Saya punya beberapa teman kuliah yang
nyambi jadi driver gojek ataupun grab. Namun sebisa mungkin kita berupaya untuk
menghindari sifat konsumtif seiring makin boomingnya tren angkutan
online dengan segala kepraktisannya.
Jogja, 26 Oktober 2017
16:45 WIB
Bajang Lombok
Komentar
Posting Komentar