Englishman in New York; Sebuah Lagu Lawas untuk Para Perantau
Saya memulai tulisan ini dengan mengatakan bahwa ‘Indonesian Idol 2018’
telah berhasil mencuri perhatian generasi millenial. Keputusan pihak
penyelengara untuk menayangkan cuplikan seleksi dan eliminiasi di platform
seperti YouTube terbukti berhasil meningkatkan perhatian netizen. Beberapa kali
konten-konten Indonesian Idol masuk daftar trending. Lihatlah daftar trending
yang saya kunjungi pada 14 Januari 2018 pukul 11:10 WITA. Urutan trending
pertama dan ketiga berisi konten Indonesian Idol.
Selain itu komposisi peserta dan kualitas yang mereka miliki memang patut
diacungi jempol. Kalau tidak percaya silahkan dengar dan saksikan langsung
video-video mereka di channel YouTube Indonesian Idol. Saya jamin Anda pasti
langsung punya jagoan di kompetisi yang telah mengorbitkan Judika, Delon,
Ihsan, dan Citra Scholastika itu.
Bukan tanpa alasan saya merekomendasikan Anda untuk menontonnya. Karena
saya sendiri telah menemukan jagoan di kompetisi menyanyi tersebut. Awalnya
saya suka penampilan Bianca Jodie. Ini anak baru 21 tahun dan asli Jogja.
Sebelum masuk Indonesian Idol Bianca pernah terlibat dalam beberapa lagu yang
diaransemen oleh Alfy Rev. Namun kini saya sudah hijrah. Nabi saja boleh hijrah
masa ummatnya ga boleh to? Meskipun dalam ranah yang berbeda, hehe.
Tanpa bermaksud meremehkan kualitas Jodie, secara subyektif, saat ini
saya menjagokan Ghea. Nama lengkapnya Ghea Indrawari. Gadis 19 tahun itu
berasal dari Singkawang, Kalimantan Barat dan kini tengah kuliah di Jogjakarta.
Yups, ternyata kami berada di kota yang sama, para pemirsa. Tapi sayang tidak
pernah bertemu. Mungkin sesekali saya pernah papasan dengannya di lampu merah tapi
ketika itu dia belum seterkenal sekarang. Jadi saya mana acuh, haha.
Namun saya tidak akan membahas profil Ghea dalam tulisan ini. Ini bukan
Wikipedia, cuk! Melainkan lagu yang
dibawakannya dalam babak eliminasi 3 beberapa waktu lalu. Honestly, lagu yang dibawakan Ghea itu baru pertama kali saya
dengar. Pengetahuan musik barat saya memang cukup memprihatinkan,
sodara-sodara! Mentok-mentok saya Cuma tahu Coldplay doang. Tapi Alhamdulillah, sejak sama Bonita,
pengetahuan musik barat saya sedikit-sedikit nambah, hehe, danke meine liebling.
Lagu yang dibawakan Ghea berjudul Englishman in New York. Berikut penampilan
Ghea membawakan lagu Sting tersebut, simak dari awal sampai akhir ya!
Nah setelah nyari-nyari lirik dan terjemahnya, ketemulah saya dengan
situs ini http://lirikterjemahan.blogspot.co.id/
Selain lagu Inggris situs ini juga menyediakan terjemah lirik lagu-lagu Jepang dan lagu-lagu anime. So, buat kalian yang ingin mencari
terjemahan lirik please visit this blog.
Oh iya, maybe genre lagu ini
nggak semua orang suka. Tapi saya pribadi suka. Kalau kalian juga suka bisa
jadi kita punya selera musik yang sama. Nah, bukan Cuma lirik, aransmen, dan
segala teknik-teknik musiknya yang bikin saya suka tapi makna semiotik lagu ini
yang cukup kuat. Mari kita mulai dari judul!
New York adalah salah satu Negara bagian Amerika. Orang-orang Amerika
menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi. Namun aksennya berbeda.
Karena itu setiap kali mengikuti kursus bahasa Inggris kita pasti diberi
pengantar bahwa bahasa Inggris itu, yang paling dominan, ada dua, British style dan American style.
Lagu ini menceritakan seorang berbangsa Britania Raya yang tengah berada
di New York. Untuk lebih jelasnya nih saya kutip dari
dhetaehtmaerd.wordpress.com tentang semiotika ini lagu
Kalau
ditelaah kata perkata kita bisa melihat bahwa dia memberitahu kalau dia adalah
orang berkebangsaan Inggris dan dia sedang berada di New York yang merupakan
bagian dari negara Amerika, yang jelas sekali berbeda kultur (Inggris dan
Amerika). Disini menimbulkan simbol-simbol negara sebagai simbol kebiasaan yang
sudah umum diketahui masyarakat pada masa itu. Inggris adalah negara yang
berbeda kultur dengan Amerika. Amerika terkesan lebih cepat gaya hidupnya
dibanding Inggris, simbol minuman kopi menjadi gaya hidup Amerika yang selalu
‘melek’ dan tak pernah tidur. Simbol teh yang dia minum menggambarkan
kesantaian dan rileks. Dari urutan kata pada judul itu ia menegaskan ‘englishman’
sebagai kata pertama dari judul dan ‘in New York’ sebagai kata-kata terakhir,
disini efeknya adalah kemantapan dia sebagai pendatang dan kesiapan dia saat
merantau.
Kita memang
harus siap jikalau merantau, dimana kita tidak tahu apa yang kita hadapi kelak
saat berada di lingkungan yang berbeda. Apalagi kita seorang laki-laki, kita
harus siap dan jangan terbawa arus yang dapat merubah kita menjadi orang lain
sesuai sikap orang-orang yang berada di lingkungan baru tersebut. Terkadang
kita merelakan jati diri kita untuk menyamai dengan lingkungan sekitar agar
diterima dan kadang kita mencoba bergaya lebih agar diterima mereka. Kalau mau
menjadi laki-laki sejati kita harus mencoba membawa diri kita apa adanya supaya
mereka menerima kita dengan keberadaan kita yang sebenarnya. “Aku ini orang
Inggris jadi ya sudahlah dan kalian Amerika jadi ya sudahlah jangan
dipermasalahkan”, mungkin dia akan berkata begitu jika perlu.
Makna lagu ini cocok banget buat para perantau. Tanah kelahiran
dan tanah rantau jelas memiliki kultur dan budaya yang berbeda. Lagu ini
mengajarkan bahwa kita harus menjaga teguh identitas yang kita miliki. Jangan
merasa malu dengan identitas yang melekat pada diri. Entah itu identitas suku,
bahasa, budaya, bahasa, agama, hingga Negara. Ah, saya jadi teringat tulisan
Gitasav dalam bukunya ‘Rentang Kisah’ yang membahas bagaimana seorang Gitasav
menjadi diaspora. You should read that
book.
Di Negara manapun nanti saya melanjutkan S2 atau bekerja, saya
adalah orang Indonesia. Di manapun kaki ini berpijak di tanah pertiwi, saya
adalah orang Lombok, orang sasak tulen. Dan
bersama siapapun saya bergaul, saya adalah muslim moderat yang selalu ingin
menjadi rahmatan lil ‘alamin.
Well, kita bisa belajar dari
banyak hal. Dengan membaca buku, berbincang dengan teman, menonton film, juga
mendengarkan lagu-lagu baru.
Lombok, 14 Januari 2018
14:49 WITA
Bajang Lombok
Komentar
Posting Komentar