Menyemai Rindu di Bukit Merese



Sengaja ku tuliskan serpihan kenangan ini saat telah kembali ke perantauan. Jauh dari tanah kelahiran. Jauh dari orang-orang terdekat. Berjuang dengan semangat dan motivasi yang tak pernah lepas dari mereka.
Banyak orang bilang persahabatan yang terjalin di kalangan santri akan lebih harmonis dan abadi dibanding yang lain. Benar saja, durasi waktu nyantri berkisar 3/4-6/7 tahun formal. Lebih panjang dari durasi duduk di bangku SMP ataupun SMA yang masing-masing 3 tahun.
Intensitas bersua dan bersitatap pun lebih sering. Kami tinggal di asrama yang sama. Mandi di jeding yang sama. Ngaji di Ustadz yang sama. Dipukul oleh rotan yang sama. Bahkan..... naksir pada santri wati yang sama. Hayo, yang senyum-senyum pasti pernah mengalami ini to? Saya mah nggak. Tapi temen angkatan saya. Mereka sahabatan tapi naksir pada santri wati yang sama. Santri wati itu pindahan dari Malang. Masih kerabat dekat pimpinan pondok. Lantas bagaimana kelanjutannya hari ini? La mahallalahuma minal i’rob!! Nggak tega saya jelaskan.
Liburan kemarin, kami GENKSI 14 mengadakan acara temu kangen pada hari Jum’at, 13 Januari 2017 di Taman Udayana. Sekitar 20-an orang datang yang berasal dari berbagai Perguruan Tinggi dan instansi perusahaan. Kawan-kawan yang masih aktif di MDQH NW Pancor seperti Pahrul Hadi, Rajab, Musa, Anshori, dan Ramli datang. Juga yang kini tengah kuliah di IAIN Mataram dan Universitas Mataram. Teman-teman yang sudah bekerja pun meluangkan waktu mereka untuk bersua dengan kami. Alhamdulillah wajah sumringah mereka tak bisa berbohong. Saya bersyukur bukan Cuma saya yang bahagia, tapi kami semua.
Menjelang matahari terbenam kami memutuskan untuk berlibur berjama’ah ke Bukit Merese di Lombok Tengah. Tanggal sudah ditetapkan. Yang bertanggung jawab mengurus konsumsi juga telah menyanggupi. Kami pun kembali ke rumah masing-masing. Tapi sebelum pulang sebagian diantara kami menyempatkan diri menjenguk kawan kami M. Azwar yang tengah dalam proses penyembuhan lantaran motornya ciuman dengan mobil beberapa bulan lalu. Mari doakan beliau agar lekas sembuh seperti sedia kala. Aaamiin.
Akhirnya tibalah waktu itu, Minggu 22 Januari 2017. Kami terbagi menjadi dua kloter yakni Kloter Lombok Timur dan Kloter Lombok Barat. Ternyata dari kubu Lombok Barat saya lah yang pertama tiba di tempat yang sudah kami tentukan, Keru, tepat setelah perbatasan antara Lombok Barat dan Lombok Tengah. Selanjutnya kami akan berkumpul di perempatan Kopang untuk melanjutkan perjalanan menuju destinasi tujuan.
Tak disangka dua mantan saya hadir. Sejenak saya sadar “ternyata diri ini lumayan produktif juga sampai menghasilkan dua mantan di satu angkatan”. Haha. Sebuah prestasi yang tak patut dibanggakan, sodara-sodara. Jadi jangan salah tafsir ya!!! Mereka berdua dibonceng oleh teman lelaki yang lain. Tak pelak saya sempat jadi objek bully-an beberapa teman. “Mantan boncengan kok kamu sendirian?”. Ah, bully-an macam itu nggak bakal buat saya dipecat dari HMI kok laiknya Uus yang dipecat dari Inbox dan OVJ.
Kami konvoi dengan tertib biduni ugal-ugalan. Setelah menempuh perjalan sekitar satu jam setengah kami pun tiba di wilayah Mandalika Resort. Terakhir kali saya ke sini sekitar 2 tahun lalu. Saya hanya bisa berdecak kagum melihat begitu progresifnya pembangunan di wilayah Mandalika ini.
Sebuah masjid yang digadang-gadang akan menjadi masjid nomor 2 terbesar di NTB tengah dalam proses pembangunan. Belum lagi hotel-hotel yang mulai dibangun di seberang pantai. Kuta menjadi pantai pertama yang menyambut kami. Pantainya masih asri, bersih, ramai, namun tidak panas. Riak ombaknya tenang. Sayang saya belum pernah ke Kuta Bali, andai sudah pernah pasti akan saya komparasikan antara dua pantai yang namanya sama itu.
Kami terus memacu kendaraan menuju timur. Katanya Bukit Merese terletak searah dengan Pantai Tanjung Aan. Pantai yang beberapa tahun lalu pernah kami kunjungi saat masih nyantri. Nah infrastruktur menuju Bukit Merese ini lumayan (bahasa sasaknya) runtak. Jadi untuk Anda saya himbau jangan menggeber motor terlalu kencang. Bisa-bisa Anda terbang dari jok motor sendiri. Tentu ini PR untuk Mamiq Fadil Tohir, kalau bisa sebelum pelungguh naik nyagub mbok ya diperbaiki dulu infrastruktur di situ. Lumayan lo bisa jadi modal pencitraan untuk menggaet suara.
Dan.... taraaaa..... akhirnya kami sampai. Eh. Sebentar! Sepertinya kami pernah ke sini? Bukan Cuma saya yang berfikir begitu, teman-teman yang lain pun demikian. Siapa sangka, ternyata Bukit Merese tepat berada di sebelah Pantai Tanjung Aan. Rupanya waktu kami kemari orang-orang belum sadar potensi ekostisme Bukit Merese tersebut.
Setelah membayar karcis masuk sebesar Rp.5.000 per-motor kami istirahat sejenak untuk menghela nafas, meregangkan otot, berselfie, dan juga makan siang. Ah, sudah lama rasanya nggak makan berjama’ah seperti saat ini. Maka nikmat reuni mana lagi yang hendak kau dustakan. Bersyukurlah pernah dan terus menjadi santri.
Setelah 20 menitan istirahat kami pun melanjutkan perjalanan. Kami memindahkan motor ke bawah bukit. Hanya motor tril petugas yang diperbolehkan mendaki bukit. Dengan kaki yang kuat kami mulai menapak. Semakin atas ketinggian yang kami capai semakin kencang pula angin menerpa. Ah, tidak kah kita bisa belajar dari hal ini. Semakin tinggi derajat seseorang semakin tinggi pula ujian dan dinamika yang kan menerpa. Yang harus kami lakukan bukan mengeluh apalagi memisuh. Melainkan bersyukur; ternyata kami kuat dan mampu bertahan diterpa angin sekencang ini. Bukankah Tuhan Yang Maha Romantis itu telah berfirman : La Yukallifullahu nafsan illa wus’ahaa.
Dan akhirnya... SubhanaAllah.. walhamdulillah.... walaa ilaha illaAllah.. ALLAHU AKBAR. Begitu indah ciptaan Sang Maha Indah. Bagi kalian yang suka perbukitan dan pantai sekaligus percayalah dua hal tersebut bisa kalian dapatkan dan rasakan di tempat ini sekaligus. Matahari terik membakar namun kami tak kepanasan. Angin ini lebih menyegarkan. Keindahaan ini lebih mempesona bola mata. Dan kebersamaan ini jauh lebih penting untuk disyukuri daripada mengeluhkan cuaca yang terik.


Saya hanya berharap semoga pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika Resort tidak akan mencederai keindahan alami yang terdapat di Bukit Merese dan tetangga-tetangganya. Jangan sampai lahan hijau yang terhampar luas ini dirusak demi kepentingan dolar-rupiah semata. Uang itu fana. Kenangan itu yang abadi. 



Sejenak saya tatap raut wajah mereka, sebagian keluarga besar GENKSI 14. Kalian tak banyak berubah. Kalian tetap ngangenin. Lihatlah tingkah kocak dan gila kalian. Itu semua tak tergantikan. Hey, aku baru sadar. Persahabatan dan rasa kekeluargaan di antara kita tak kalah indah di banding hamparan lautan biru dan pebukitan hijau menjulang di depan mata. Aku bersyukur untuk kedua-duanya.
Ya rabb.. dengarkan dzikir kami fabiayyi aalaa irobbikuma tukazziban. Kami percaya syukur akan mendatangkan anugerah yang berlipat ganda. Maka hari ini kami bersyukur. Lipatkanlah rasa persaudaraan dan kekeluargaan di antara kami, GENKSI 14.
Bersambung...

Jogja, 29 Januari 2017
16:45 WIB

Muhammad Izzuddin

Komentar

Postingan Populer