3 PENDEKAR PESANTREN
Pondok
pesantren “ al hikma ” selain mendidik santrinya memahami ilmu agama dan kitab
gundul juga membekali santrinya dengan kemampuan-kemampuan lain seperti bela
diri, tilawatil qur’an, pertanian dan lain sebagainya. Ini bertujuan mencetak
santri yang mumpuni dalam berbagai bidang.
Sebut saja
ada tiga santri dari sekian ratusan santri di pondok itu. Usman, zahid, dan
alawi. Tiga santri ini sudah tidak diragukan lagi kemampuan bela diri mereka di
seantero pesantren. Usman dengan perawakan yang tidak pendek dan juga tidak
tinggi berkulit putih berambut keriting dan memiliki senyum termanis diantara
ketiganya. Zahid, dia yang paling hitam diantara usman dan alawi namun kalau
dalam pelajaran zahid tiada duanya. Selalu menjadi rangking 1 di kelas dan
juara umum ketika ujian semester. Dan yang terakhir Alawi, dia yang paling tinggi dan paling nakal diantara
mereka. Namun sekalipun nakal ia adalah seorang anak yang berbakti. Ketika
waktu libur tiba ia tak seperti kawan-kawannya yang menghabiskan waktu untuk
berhura-hura tapi justru ia membatu ayahnya menarik becak.
Suatu
ketika peguruan pusat bela diri yang ada di pesantren al hikma hendak merayakan
hari ulang tahunnya dengan mengadakan event pertandingan bela diri seantero
Lombok. Maka terpilihlah Alawi, Zahid, dan Usman mewakili pesantren al hikma.
Ini adalah pengalaman pertama mereka terjun di pertandingan resmi bela diri. Namun
Alawi yang sebenarnya sudah bisa silat sebelum masuk pesantren tidak gentar. Ia
optimis tingkat tinggi akan bisa berbuat banyak dievent tersebut.
Berangkatlah
3 santri ini didampingi oleh guru bela diri mereka. Hari ini tujuan mereka
hanya mendaftarkan diri karena hari inilah hari terakhir pendaftaran. Lombanya
akan dimulai besok. Sesampai di sana setelah registrasi dan membayar biaya
pendaftran mereka pun diberikan kesempatan untuk melihat arena yang akan menjadi
tempat mereka bertanding besok. Alawi berjalan di barisan terdepan. Tangannya
nampak begitu gatal, begitu sampai di ring pertandingan ia langsung loncat dan
mulai bergaya dengan jurus-jurusnya. Zahid, usman dan ustad Manah hanya bisa
tersenyum kecil melihat tingkah laku alawi yang terlalu semangat. Alawi
meliuk-liukan kakinya diimbangi dengan gerakan tangan yang menerjang, memukul
serta menangkis bak ada lawan yang menyerang di hadapannya. Padahal hanya
mereka berempat yang ada di ruangan itu.
Hari yang
ditunggu-tunggu pun tiba. Pukul 08:00 mereka berangkat menuju arena
pertandingan. Suasana kemarin dengan hari ini jauh berbeda. Kalau kemarin sunyi
sepi tapi sekarang ramai dan lantunan musik terdengar dari dalam arena. Alawi
masih dengan kepercayaan diri tinggi melangkah pasti. Memang diantara ketiga
santri ini Alawilah yang paling lincah gerakannya, ia silat bagaikan orang
menari. Kalau saja dia terlahir sebagai wanita mungkin dia bisa menjadi penari
handal paling tidak ditingkat RT.
Setelah
dafar ulang merekapun menimbang berat badan untuk menentukan siapa lawan mereka
nanti. Alawi terpilih tampil perdana kemudian Zahid dan terakhir Usman. Alawi
pun mempersiapkan dirinya, ia melakukan pemanasan. Ia rapikan pakaian silatnya
serta celana hitam panjang khusus untuk bertanding yang sebenarnya ia pinjam
dari temannya yang lain. Celana itu panjang lurus namun dibagian bawah kerahnya
lebih besar. Ini agar memudahkan gerakan menendang ketika bertanding.
Terdengar
MC memanggil nama peserta pertama, itulah lawan Alawi hari ini. Betapa kagetnya
Alawi melihat lawan yang akan ia hadapi. Hitam besar dan berwajah sangar.
Tiba-tiba saja nyalinya ciut. Usman dan Zahid serta ustad pembimbing terus
memberikan semangat untuk Alawi.
“.. akan
melawan utusan dari pondok pesantren al hikma atas nama Alawiii.. ” tepuk
tangan penonton membahana. Alawi berjalan dengan ragu-ragu dan grogi tinggi.
Dalam aturan peserta harus berjalan sampai garis tengah kemudian memberikan
salam penghormatan namun Alawi berjalan tidak sampai garis tengah kemudian
memberikan salam. Alhasil “ ulangi! ” teriak dewan juri. Alawi pun
mengulanginya namun kesalahan yang sama ia lakukan dikesempatan kedua ini. “
ulangi lagi! ”. beberapa penonton menertawakan tingkah Alawi, wajahnya berubah
menjadi merah padam saking malunya. Syukurlah setelah mencoba ketiga kalinya
Alawi bisa melakukannya dengan sempurna.
Juri
memberikan aba-aba untuk memulai pertandingan dan yakk ! pertandingan pun
dimulai. Baik Alawi dan lawannya langsung mengambil ancang-ancang. Namun
gerakan Alawi terlihat lemah, pandangan matanya kosong. Ia merasa tidak mau
melanjutkan pertandingan namun sudah terlanjur. Pikirannya berkecamuk dan
buukk!! Satu terjangan mengenai Alawi. Ia tersungkur namun bangkit lagi.
Selanjutnya Alawi hanya menghindar dan menghindar. Namun seperti plesetan
seorang pepatah sepandai-pandai Alawi menghindar pasti akan tertendang juga. Di
akhir ronde pertandingan ini Alawi berinisiatif untuk menendang sang lawan. Ia akan
menendang dengan tehnik sedikit menjinjitkan kakinya. Kaki kirinya ada di
belakang kaki kanannya. Ia bermaksud memajukan kaki kirinya ke posisi kaki
kanannya dan disaat itulah ia akan menendang dengan kaki kanan andalannya itu. Namun
kaki kirinya malah menginjak kerah celananya dan bersamaan dengan itu Alawi
menerjang dan akhirnya ia pun terjatuh sendiri disertai suara robekan celana
yang ia pinjam itu. Wajah Alawi bak kepiting rebus saking malunya. Alawi pun
kalah dengan skor yang jauh. Alawi hanya unggul dalam penilaian seni karena
gerakannya yang bagus dan indah.
Zahid
tampil urutan kedua. Kali ini lawannya dari segi fisik nampaknya seimbang
dengan Zahid. Pertandingan pun dimulai. Riuh tepuk tangan dan sorak penonton
mengiringi jalannya pertandingan. Pertandingan berjalan normal, baik Zahid
maupun lawannya menggunakan jurus-jurus yang memang sudah formal dalam bela
diri. Beberapa menit kemudian bukk !!! satu tinjuan mendarat di pipi Zahid.
Padahal memukul bagian muka bisa mengurangi nilai. Namun Zahid kehilangan akal
sehatnya. Darahnya naik meninggi, baru saja ia mendapatkan tinjuan ia pun
membabi buta menerjang sang lawan. Pertandingan ini lebih cocok dikatakan
perkelahian. Gerakan Zahid sudah tidak sesui dengan jurus-jurus yang ia
siapkan. Ia sudah kepalang tanggung. Pukulan di pipinya sudah membuat ia tidak
tenang dan marah. Dan alhasil ia pun kalah poin. Tapi Zahid tak kecewa karena
ia sudah bisa menghadiahi 3 pukulan di muka si lawan hingga memerah dan bengkak.
Peserta
ketiga Usman. Tinggal dia seoranglah harapan pondok. Ia maju dengan pasti. Ia
sudah menyiapkan gerakan pertama menghadapi lawannya itu. Ia akan sedikit
bergerak ke kiri agar si lawan bergerak ke kanan dan di saat itulah ia akan
berbalik badan dan langsung menerjang. Namun baru saja ia bergerak kekiri. bukkkk
!! satu tendangan mengenai kaki Usman. Ia tersungkur namun bangkit. Ia atur
nafas dan memulai kembali pertandingan. Usman orangnya memang lebih sabaran. Ia
pun melanjutkan pertandingan dan mulai menemukan jati dirinya. Satu terjangan
Usman mendarat di bahu sang lawan. Lawannya meringis kesakitan, usman berhasil
membuat lawannya keseleo. Tenaga lawannya pun berkurang setelah mendapat hadiah
dari Usman. Hal ini pun dimanfaatkan dengan baik oleh Usman. Ia menang dan
berhak melangkah ke babak selanjutnya.
Dan akhirnya
perjuangan 3 pendekar pesantren itu berhasil menghantarkan Usman sebagai juara
3 dalam event itu. Pelajaran berharga yang didapatkan oleh 3 pendekar itu
adalah seorang ksatria membutuhkan ketenangan dalam bertanding.
Jadi senyum-senyum sendiri bacanya, baca ttg kaka' elas kita :D
BalasHapus--->"Jangan mudah emosi. Sabar itu perlu, karena ia selalu berbuah manis" ^_^ <---
tapi kok kyakx di akhir crita terkesan tergesa-gesa ya de'...? tergesa mengakhiri dan menutup kisahnya.
sama-sama belajar untuk lebih baik, dan semoga qt bisa selalu istiqomah menulis. aaamiiin
hehe... iya juga sih sempet mikir gtu kak,... insyaAllah ke depannya klw bwt crita akan adk kurngi ketergesa-gesaan seperti ini,,, syukron kk ^_^
BalasHapus